Inilah Jalan Sufi Headline Animator

Whatsap Saya

Pencerahan Bid'ah

Sunday, December 29, 2019

kisah sahabat Nabi Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi

Sahabat Nabi yang Tampan Rupawan dari Madinah, Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi
Jejaka tampan nan rupawan itu berasal dari Madinah. Nama lengkapnya Dihyah Bin Khalifah bin Farwah Al-Kalbi al-Qaddhai. Namun penduduk Madinah lebih mengenalnya dengan nama Dihyah Al-Kalbi.
Sahabat anshar ini memiliki susuk badan sempurna dan penampilan menawan yang membuatnya terkenal. Kala ia muncul di keramaian, selalu mencuri perhatian. Konon, tiap melewati jalanan Madinah, para gadis tiba-tiba keluar rumah sambil mencuri-curi pandang.
Menurut penuturan ahli sirah, Nabi Muhammad SAW adalah pria paling tampan dari Makkah. Sedangkan Dihyah Al-Kalbi merupakan penduduk Madinah yang paling tampan. Saat kedua insan itu sedang bersama-sama, para sahabat seakan melihat dua simbol keindahan dari golongan muhajirin dan anshar menyatu. Siapa yang mengira di pelosok gurun pasir yang panas, terdapat unsur-unsur keindahan yang patut dikagumi.
Namun demikian, Dihyah Al-Kalbi sedar bahwa nilai seorang muslim bukan pada penampilannya rupanya, melainkan hati dan takwa. Tanpa hal itu,manusia tidak bernilai di hadapan Rabbnya. Inilah standar kualitas muslim yang sebenarnya. Mengukur seseorang bukan dari apa yang ia lakukan. Oleh kerananya, Dihyah Al-Kalbi berusaha meraih kesempurnaan amal setelah memiliki kesempurnaan luaran.
Dihyah Al-Kalbi masuk Islam pada tahun pertama Rasulullah hijrah ke Madinah. Ahli sejarah menulis bahwa ia telah bersyahadat sebelum peristiwa Perang Badar tahun 2 H. Hanya saja ia tidak ikut dalam perang tersebut dan baru terjun pada Perang Uhud. Dalam peristiwa itu, Dihyah ikut memanggul beratnya perjuangan mempertahankan kota Madinah dari serangan kafir Quraisy. Setelah itu, ia tidak mau absen dalam kancah jihad, bahkan setelah Rasulullah tiada. Buktinya, ia ikut serta dalam Perang Yarmuk yang terjadi pada era pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Setelah itu Dihyah memutuskan untuk menetap di bumi Syam hingga wafat.
Ada cerita lain di balik ketampanan Dihyah. Menurut riwayat yang sahih, malaikat Jibril kerap turun ke bumi dengan menyaru rupanya. Alkisah, dalam perang ahzab, setelah Rasulullah memastikan kaum musyrikin benar-benar meninggalkan Madinah, beliau pulang ke rumahnya dengan tenang. Tiba-tiba, malaikat Jibril turun membawa perintah dari langit untuk menghukum kaum Yahudi Bani Quraidzah.
Aisyah bertanya, “Rasulullah, siapa yang berbicara dengan anda tadi?”
“Kamu boleh melihatnya?” Nabi balik bertanya.
“Ya.”
“Mirip siapakah orang yang kamu lihat tadi?” tanya Rasulullah kembali.
Aisyah menjawab, “Ia mirip Dihyah Al-Kalbi.”
Rasulullah lalu menjelaskan siapa sebenarnya sang tamu. “Ia adalah jibril yang turun membawa perintah agar aku segera berangkat ke perkampungan Bani Quraidzah.”
Salah satu misi penting yang pernah diemban Dihyah ialah menyampaikan surat nabi kepada Heraclius, kaisar Byzantium. DIipenghujung tahun 6 H, Rasulullah mengirim surat kepada para raja di Jazirah Arab dan sekitarnya guna mengajak mereka masuk Islam. Nabi memilih sahabat tertentu sebagai duta yang akan menyampaikan pesan-pesan tersebut.
Misalnya, Adi bin Hatim ditugaskan membawa surat ke Muqauqis, Raja Mesir karena ia pernahmemeluk agama nasrani. Muqaiqis tak hanya raja bagi bangsa Koptik, ia turut menjadi pemuka agama kristen bagi mereka. Pengalaman Adi bin Hatim sebagai penganut nasrani akan bermanfaat saat berdiplomasi dengan Muqauqis.
Untuk menyampaikan surat kepada Kisra, Rasulullah memilih Abdullah bin Khudzafah As-Sahmi. Sahabat yang satu ini pintar bernegosiasi dan bermental baja. Nabi memilihnya untuk meredam kesombongan Imperium Persia yang berumur ribuan tahun.
Sedangkan Dihyah Al-Kalbimendapat mandat menemui Heraclius karena ia cerdas dan tampan. Bangsa Romawi terkenal sebagai bangsa pemuja keindahan. Hal itu boleh dilihat dari karya seni dan arsitektur bangunan romawi yang artistik. Secara tersirat, Rasulullah ingin menunjukkan bahwa orang Islam juga indah, tidak brutal dan mengesankan.
Dihyah ditugaskan seorang diri karena misi yang diembannya bersifat rahasia. Rasulullah SAW menginstruksikan agar ia datang lebih dulu ke Bushra dan menemui Harits bin Abu Syammar Al-Ghassaniy, sang pemimpin Bushra. Harits akan membantu Dihyah menyampaikan surat itu kepada Heraclius. Waktu itu, Heraclius berziarah ke Baitul Maqdis dalam rangka menunaikan nadzar.
Pada akhirnya Dihyah Al-Kalbi berhasil bertatap muka langsung dengan Heraclius. Disampaikannya surat dakwah dari Nabi SAW kepadanya. Sang kaisar membuka surat tersebut dengan pelan. Terdapat tanda stempel bertuliskan “Muhammad Rasul Allah”. Kata “Allah” ditulis paling atas. Berikutnya tertulis kata “Rasul” dan kata “Muhammad”. Isi surat tersebut sebagai berikut:
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya. Kepada HeracliusPenguasa Negara Romawi. Semoga keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk yang benar.Adapun sesudah itu, sesungguhnya aku mengajakmu kepada seruan Islam. Masuklah ke agama Islam, niscaya engkau selamat. Masuk Islamlah, Allah akan memberi pahala kepadamu dua kali. Maka jika engkau berpaling, sesungguhnya kamu akan mendapat dosa-dosa segenap rakyatmu.
Dan, wahai Ahli Kitab, marilah kepada satu kalimat yang sama antara kami dan kalian, yaitu kita tidak menyembah melainkan hanya kepada Allah, dan kita tidak mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun, dan sebagian kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah, “Saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah) (QS. Ali Imran : 64)”
Surat Nabi SAW itu terus dibacakan hingga selesai. Heraclius lalu memanggil Dihyah Al-Kalbi bersama sang Uskup Agung yang memahami Kitab Inzil. Dibacakan sekali lagi surat itu kepadanya.
“Inilah yang selalu kita tunggu-tunggu, dan Nabi kita Isa sendiri telah memberitahukan kita lama dulu!” Kata Uskup Agung itu kepada Heraklius.
“Apa pendapatmu? Apa yang harus aku lakukan?” Tanya Kaisar dengan raut muka bingung.
Sang uskup menjawab, “Kalau engkau tanya pendapatku, aku tentu akan mempercayainya dan akan mengikuti ajarannya.”
“Tetapi posisiku serba salah”, kata Kaisar, “Jika aku ikut nasihatmu, akan hilanglah kerajaanku!”
Heraklius termenung sesaat. Ia meminta Dihyah mendekat. “Sampaikanlah berita kepada pemimpinmu, bahwa aku tahu dia memang benar Nabi. Tetapi apa daya, aku tak dapat buat apa-apa, karena aku tidak ingin ditumbangkan dari kerajaanku dan dibunuh!”
Dihyah menyimak kata-kata Kaisar Heraclius dengan seksama. Dihyah melihat kejujuran dalam kata-kata Heraclius yang meluncur dari lubuk hati terdalam. Amanat Kaisar Byzantium tersebut disampaikan Dihyah kepada Rasulullah. Rasulullah memahami posisi Heraclius turut mendoakan hidayah untuk sang Kaisar dan agar tahtanya tetap terjaga.
Sumber: arrisalah

Thursday, December 12, 2019

Fathul Qorib (Taqrib) Bab zakat

Fathul Qorib (Taqrib)
zakat
Zakat (كتاب الزكاة)
تجب الزكاة في خمسة أشياء وهي: المواشي والأثمان والزروع والثمار وعروض التجارة.
فأما المواشي فتجب الزكاة في ثلاثة أجناس منها وهي: الإبل والبقر والغنم. وشرائط وجوبها ستة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب والحول والسوم.
وأما الأثمان فشيئان: الذهب والفضة. وشرائط وجوب الزكاة فيها خمسة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب والحول.
وأما الزروع فتجب الزكاة فيها بثلاثة شرائط: أن يكون مما يزرعه الآدميون. وأن يكون قوتا مدخرا. وأن يكون نصابا وهو: "خمسة أوسق لا قشر عليها".
وأما الثمار فتجب الزكاة في شيئين منها: ثمرة النخل. وثمرة الكرم. وشرائط وجوب الزكاة فيها أربعة أشياء: الإسلام والحرية والملك التام والنصاب. وأما عروض التجارة فتجب الزكاة فيها بالشرائط المذكورة في الأثمان .
Zakat itu wajib dalam lima perkara yaitu binatang, harga, tanaman, buah, harta dagangan. Adapaun binatang wajib dizakati dalam tiga jenis antara lain unta, sapi, kambing.
* Ingat hanya jenis2 ini saja yg diwajibkan zakat**
Syarat wajibnya ada enam perkara yaitu Islam, merdeka, memiliki yang sempurna, mencapai nishab (jumlah minimum), haul (setahun).
Adapun zakat barang berharga ada dua perkara yaitu emas dan perak. Adapun wajib zakatnya emas dan perak ada lima yaitu Islam, merdeka, kepemilikan sempurna, nisob, haul.
Adapun tanaman maka wajib zakat dengan tiga sarat:
1. Tanaman bias dibudidayakan anak adam dan tahan disimpan
Mencapai satu nisob yaitu lima ausu’ tapa kulit.
Adapun buah buahan maka wajib zakat dalam dua buah: buah kurma dan buh anggur. Ada empat sarat: Islam, Merdeka, milik sempurna dan satu nisob. Adapun harta daganganmaka wajib zakat dengan srat yang tersebut dalam barang berharga.
(فصل) وأول نصاب الإبل خمسة وفيها شاة وفي عشر شاتان وفي خمسة عشر ثلاث شياة وفي عشرين أربع شياة وفي خمس وعشرين بنت مخاض وفي ست وثلاثين بنت لبون وفي ست وأربعين حقة وفي إحدى وستين جذعة وفي ست وسبعين بنتا لبون وفي إحدى وتسعين حقتئن وفي مائة وإحدى وعشرين ثلاث بنات لبون ثم في كل أربعين بنت لبون وفي كل خمسين حقة.
(فصل) وأول نصاب البقر ثلاثون وفيها تبيع وفي أربعين مسنة وعلى هذا أبدا فقس.
(فصل) وأول نصاب الغنم أربعون وفيها شاة جذعة من الضأن أو ثنية من المعز وفي مائة وإحدى وعشرين شاتان وفي مائتين وواحدة ثلاث شياة وفي أربعمائة أربع شياة ثم في كل مائة شاة.
فصل) والخليطان يزكيان زكاة الواحد بسبع شرائط: إذا كان المراح واحدا والمسرح واحدا والمرعى واحدا والفحل واحدا والمشرب واحدا والحالب واحدا وموضع الحلب واحدا
Nishab Zakat Unta:
Permulaan nisab onta itu 5 ekor. Dan (zakatnya) untuk 5 ekor adalah 1 ekor biri-biri umur 1-2 tahun. 10 ekor unta adalah 2 ekor biri-biri umur 1-2 tahun. 15 ekor unta adalah 3 ekor biri-biri umur 1-2 tahun. 25 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 1-2 tahun. 38 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 2-3 tahun. 46 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 3-4 tahun. 61 ekor unta adalah 1 ekor unta betina umur 4-5 tahun. 76 ekor unta adalah 2 ekor unta betina umur 2-3 tahun. 91 ekor unta adalah 2 ekor unta betina umur 2-3 tahun. 121 ekor unta adalah 3 ekor unta betina umur 2-3 tahun. Kemudian untuk tiap 40 ekor (seterusnya) zakatnya 1 ekor unta betina umur 2-3 tahun, dan untuk tiap 50 ekor (seterusnya) zakatnya 1 ekor unta betina umur 3-4 tahun.
Nishab Zakat Lembu:
Permulaan nisab lembu itu 30 ekor, untuk jumlah ini zakatnya 1 ekor tabi' (anak lembu jantan umur 2-3 tahun). 40 ekor lembu adalah 1 ekor musinnah (anak lembu betina umur 2-3 tahun) dan untuk seterusnya dapat dianalogikan.
Nishab Zakat Kambing:
Permulaan nisab kambing 40 ekor zakatnya adalah 1 ekor biri-biri (domba) yang telah tanggal gigi serinya (boleh juga yang berumur 1-2 tahun meskipun belum copot gigi serinya) atau 1 ekor kambing betina yang telah tanggal gigi serinya (boleh juga yang berumur 2-3 tahun meskipun belum tanggal gigi serinya). Untuk 121 ekor kambing zakatnya 2 ekor biri-biri (dengan keadaan gigi atau umur seperti di atas). 201 kambing zakatnya 3 ekor biri-biri (dengan keadaan gigi atau umur seperti di atas). Kemudian untuk seterusnya bagi tiap-tiap 100 ekor zakatnya 1 ekor biri-biri (dengan keadaan gigi atau umur seperti di atas).
Dua orang yang berserikat (memiliki kambing) mengeluarkan zakat (kambingnya) dengan 7 macam syarat: 1. Jika tempat menyimpan ternak itu satu; 2. tempat melepasnya satu; 3. tempat menggembalanya satu; 4. pejantannya satu; 5. tempat minumnya satu; 6. pemerahnya satu; 7. tempat pemerahnya satu.
(فصل) ونصاب الذهب عشرون مثقالا وفيه ربع العشر وهو نصف مثقال وفيما زاد بحسابه ونصاب الورق مائتا درهم وفيه ربع العشر وهو خمسة دراهم وفيما زاد بحسابه ولا تجب في الحلي المباح زكاة.
(فصل) ونصاب الزروع والثمار خمسة أوسق وهي: ألف وستمائة رطل بالعراقي وفيما زاد بحسابه وفيها إن سقيت بماء السماء أو السيح العشر وإن سقيت بدولاب أو نضح نصف العشر.
(فصل) وتقوم عروض التجارة عند آخر الحول بما اشتريت به ويخرج من ذلك ربع العشر
وما استخرج من معادن الذهب والفضة يخرج منه ربع العشر في الحال وما يوجد من الركاز ففيه الخمس.
Nisab emas adalah 20 miskal (96 gram). Untuk jumlah ini zakatnya sepertempatnya sepersepuluh (2.5%) yaitu sama dengan 1/2 miskal. Untuk selebihnya (dizakati) menurut perhitungan.
Nisab perak adalah 200 dirham (200 talen atau 672 gram) untuk jumlah ini zakatnya seperempatnya sepersepuluh (2.5%) yaitu (sama dengan) 5 dirham. Untuk selebihnya (dizakati) menurut perhitungannya. Untuk perhiasan emas perak yang mubah (diperbolehkan) tidaklah wajib dizakati.
Nisah hasil pertanian dan buah-buahan itu 5 ausuq yaitu 1600 kati menurut neraca negeri Irak.[1] Untuk selebihnya (harus dizakati) menurut perhitungannya. Dan untuk jumlah 5 ausuq tersebut, jika diairi dengan air hujan atau air sungai (yang mengalir sendiri ke sawah) maka zakatnya sepersepuluhnya (10%). Jika diairi (dengan air sungai atau perigi yang ditimba) dengan kerekan atau alat penyiram (yang digerakkan oleh tenaga binatang) maka zakatnya setengahnya sepersepuluh (5%).
(Hendaklah) dihitung barang-barang dagangan itu ketika akhir tahun dengan harga berapa barang-barang itu telah dibeli. Dan wajiblah dikeluarkan dari harga barang-barang dagangan itu (jika telah mencapai nisabnya) seperempatnya sepersepuluh (2.5%).
Apa yang telah digali dari tambang emas dan perak, harus dikeluarkan (zakat) dari padanya sepertempatnya sepersepuluh (2.5%) seketika itu juga. Dan apa yang didapat dari rikaz (barang-barang terpendam dari jaman jahiliyah) zakatnya adalah seperlima (20@)
========================
[1] 5 ausuq sama dengan 720 kg beras (padi tanpa kulit) atau 1200 kg (12 kwintal) padi.
Rincian perhitungan nisab beras sbb: 1 ausuq/wasaq beras = 60 sha'. 1 sha' beras = 4 mud. 1 mud beras = 6 ons (kurang lebih). Jadi, 1 ausuq = 6 ons x 4 x 60 = 1440 ons. 5 ausuq = 5 x 1440 ons = 7200 ons (720 kg)
Rincian perhitungan nisab padi: 100 kg padi = 60 kg beras. Berarti, 60 kg beras = 100 kg padi. 600 kg beras = 1.000 kg padi. 720 kg beras = 1200 kg padi. Jadi, nisab padi adalah 1.200 kg padi (12 kwintal).
Sumber: KH. Basori Alwi Singosari.
========================
(فصل) وتجب زكاة الفطر بثلاثة أشياء: الإسلام وبغروب الشمس من آخر يوم من شهر رمضان ووجود الفضل عن قوته وقوت عياله في ذلك اليوم. ويزكي عن نفسه وعمن تلزمه نفقته من المسلمين صاعا من قوت بلده وقدره خمسة أرطال وثلث بالعراقي.
Wajib zakat fitrah karena tiga hal: (a) Islam; (b) terbenamnya matahari pada hari terakhir bulan Ramadan; (c) adanya kelebihan dari makanan keluarganya untuk hari itu. Mengeluarkan zakat untuk dirinya sendiri dan orang islam yang wajib dinafkahinya dengan mengeluarka satu sok dari kekuatan Negara. Dan perkiraan lima lebih sepertiaga kati Negara Irak
(فصل) وتدفع الزكاة إلى الأصناف الثمانية الذين ذكرهم الله تعالى في كتابه العزيز في قوله تعالى: (إنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل) وإلى من يوجد منهم ولا يقتصر على أقل من ثلاثة من كل صنف إلا العامل.
وخمسة لا يجوز دفعها إليهم: الغني بمال أو كسب والعبد وبنو هاشم وبنو المطلب والكافر زمن تلزم المزكي نفقته لا يدفعها إليهم باسم الفقراء والمساكين.
ORANG YANG MENERIMA ZAKAT
Zakat (haruslah) diberikan kepada 8 (delapan) golongan yang telah disebutkan oleh Allah di dalam firmannya: "Sesungguhnya zakat-zakati itu hanyalah diberikan kepada orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pekerja urusan zakat (amil zakat), orang-orang yang dijinakkan hatinya (karena baru memeluk Islam), hamba sahaya yang sedang berikhtiar menebus dirinya untuk jadi orang merdeka, orang-orang yang punya hutang (karena kepentingan agama), orang yang berperang untuk agama Allah (tanpa gaji dari pemerintah) dan musafir yang kehabisan bekal dalam perjalanan", Dan kepada siapa saja yang bisa didapat dari mereka ini zakat harus diberikan, bila ternyata tak bisa didapat kesemuanya). Dan sedikitnya tidak boleh kurang dari 3 orang (yang harus diberi zakat) dari tiap golongan di atas kecuali amil (amil boleh hanya seorang).
5 (lima) orang yang zakat tak boleh diberikan kepada mereka: (a) orang yang kaya uang atau pencaharian; (b) hamba sahaya; (c) Bani Hasyim; (d) Bani Mutalib; (e) orang kafir.
Orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungan orang yang zakat tidak boleh zakat itu diberikan kepada mereka dengan nama fakir miskin.
zakat Hadith Hadith ke-1
Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan Hadith itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Hadith ke-2
Dari Anas bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq Radliyallaahu 'anhu menulis surat kepadanya: Ini adalah kewajiban zakat yang diwajibkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam atas kaum muslimin. Yang diperintahkan Allah atas rasul-Nya ialah setiap 24 ekor unta ke bawah wajib mengeluarkan kambing, yaitu setiap kelipatan lima ekor unta zakatnya seekor kambing. Jika mencapai 25 hingga 35 ekor unta, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya telah menginjak tahun kedua, jika tidak ada zakatnya seekor anak unta jantan yang umurnya telah menginjak tahun ketiga. Jika mencapai 36 hingga 45 ekor unta, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya telah menginjak tahun ketiga. Jika mencapai 46 hingga 60 ekor unta, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya telah masuk tahun keempat dan bisa dikawini unta jantan. Jika mencapai 61 hingga 75 ekor unta, zakatnya seekor unta betina yang umurnya telah masuk tahun kelima. Jika mencapai 79 hingga 90 ekor unta, zakatnya dua ekor anak unta betina yang umurnya telah menginjak tahun kedua. Jika mencapai 91 hingga 120 ekor unta, maka setiap 40 ekor zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun ketiga dan setiap 50 ekor zakatnya seekor unta betina yang umurnya masuk tahun keempat. Bagi yang hanya memiliki 4 ekor unta, tidak wajib atasnya zakat kecuali bila pemiliknya menginginkan. Mengenai zakat kambing yang dilepas mencari makan sendiri, jika mencapai 40 hingga 120 ekor kambing, zakatnya seekor kambing. Jika lebih dari 120 hingga 200 ekor kambing, zakatnya dua ekor kambing. Jika lebih dari 200 hingga 300 kambing, zakatnya tiga ekor kambing. Jika lebih dari 300 ekor kambing, maka setiap 100 ekor zakatnya seekor kambing. Apabila jumlah kambing yang dilepas mencari makan sendiri kurang dari 40 ekor, maka tidak wajib atasnya zakat kecuali jika pemiliknya menginginkan. Tidak boleh dikumpulkan antara hewan-hewan ternak terpisah dan tidak boleh dipisahkan antara hewan-hewan ternak yang terkumpul karena takut mengeluarkan zakat. Hewan ternak kumpulan dari dua orang, pada waktu zakat harus kembali dibagi rata antara keduanya. Tidak boleh dikeluarkan untuk zakat hewan yang tua dan yang cacat, dan tidak boleh dikeluarkan yang jantan kecuali jika pemiliknya menghendaki. Tentang zakat perak, setiap 200 dirham zakatnya seperempatnya (2 1/2%). Jika hanya 190 dirham, tidak wajib atasnya zakat kecuali bila pemiliknya menghendaki. Barangsiapa yang jumlah untanya telah wajib mengeluarkan seekor unta betina yang seumurnya masuk tahun kelima, padahal ia tidak memilikinya dan ia memiliki unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, maka ia boleh mengeluarkannya ditambah dua ekor kambing jika tidak keberatan, atau 20 dirham. Barangsiapa yang sudah wajib mengeluarkan seekor anak unta betina yang umurnya masuk tahun keempat, padahal ia tidak memilikinya dan ia memiliki unta betina yang umurnya masuk tahun kelima, maka ia boleh mengeluarkannya ditambah 20 dirham atau dua ekor kambing. Riwayat Bukhari.
Hadith ke-3
Dari Mu'adz Ibnu Jabal Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutusnya ke negeri Yaman. Beliau memerintahkan untuk mengambil (zakat) dari 30 ekor sapi, seekor anak sapi berumur setahun lebih yang jantan atau betina, dan setiap 40 ekor sapi, seekor sapi betina berumur dua tahun lebih, dan dari setiap orang yang telah baligh diambil satu dinar atau yang sebanding dengan nilai itu pada kaum Mu'afiry. Riwayat Imam Lima dan lafadznya menurut riwayat Ahmad. Hadith hasan menurut Tirmidzi dan ia menunjukkan perselisihan pendapat tentang maushulnya Hadith ini. Ibnu Hibban dan Hakim menilainya Hadith shahih.
Hadith ke-4
Dari Amar Ibnu Syu`aib dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Zakat kaum muslimin diambil di tempat-tempat sumber air mereka." Riwayat Ahmad. Hadith menurut riwayat Abu Dawud: "Zakat mereka tidak diambil kecuali di kampung mereka."
Hadith ke-5
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak wajib zakat bagi orang islam atas hambanya dan kudanya." Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Muslim: "Tidak ada zakat bagi hamba kecuali zakat fitrah."
Hadith ke-6
Dari Bahz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Pada setiap 40 ekor unta yang dilepas mencari makan sendiri, zakatnya seekor anak unta betina yang umurnya memasuki tahun ketiga. Tidak boleh dipisahkan anak unta itu untuk mengurangi perhitungan zakat. Barangsiapa memberinya karena mengharap pahala, ia akan mendapat pahala. Barangsiapa menolak untuk mengeluarkannya, kami akan mengambilnya beserta setengah hartanya karena ia merupakan perintah keras dari Tuhan kami. Keluarga Muhammad tidak halal mengambil zakat sedikit pun." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadith shahih menurut Hakim. Syafi'i memberikan komentar atas ketetapan Hadith ini.
Hadith ke-7
Dari Ali Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah melewati satu tahun, maka zakatnya 5 dirham. Tidak wajib atasmu zakat kecuali engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati setahun, maka zakatnya 1/2 dinar. Jika lebih dari itu, maka zakatnya menurut perhitungannya. Harta tidak wajib dikeluarkan zakat kecuali telah melewati setahun." Hadith hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud. Ke-marfu'-an Hadith ini diperselisihkan.
Hadith ke-8
Menurut riwayat Tirmidzi dari Ibnu Umar r.a: "Barangsiapa memanfaatkan (mengembangkan) harta, tidak wajib zakat atasnya kecuali setelah mencapai masa setahun." Hadith mauquf.
Hadith ke-9
Ali Radliyallaahu 'anhu berkata: Tidak ada zakat atas sapi yang dipekerjakan. Riwayat Abu Dawud dan Daruquthni. Hadith mauquf menurut pendapat yang lebih menang.
Hadith ke-10
Dari Amar Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaknya ia memperdagangkan harta itu untuknya, dan tidak membiarkannya sehingga dimakan oleh zakat." Riwayat Tirmidzi dan Daruquthni, sanadnya lemah. Hadith ini mempunyai saksi mursal menurut Syafi'i.
Hadith ke-11
Dari Abdullah Ibnu Aufa bahwa biasanya bila suatu kaum datang membawa zakat kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, beliau berdoa: "Ya Allah, berilah rahmat atas mereka." Muttafaq Alaihi.
Hadith ke-12
Dari Ali bahwa Abbas bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam penyegeraan pengeluaran zakat sebelum waktunya, lalu beliau mengizinkannya. Riwayat Tirmidzi dan Hakim.
Hadith ke-13
Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 auqiyah (600 gram), unta yang jumlahnya kurang dari 5 ekor, dan kurma yang kurang dari 5 ausaq (1050 liter)." Riwayat Muslim.
Hadith ke-14
Menurut riwayatnya dari Hadith Abu Said r.a: "Tidak ada zakat pada kurma dan biji-bijian yang kurang dari 5 ausaq (1050 liter)." Asal Hadith dari Abu Said itu Muttafaq Alaihi.
Hadith ke-15
Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a, bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tanaman yang disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau dengan pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia, zakatnya seperduapuluh." Riwayat Bukhari. Menurut riwayat Abu Dawud: "Bila tanaman ba'al (tanaman yang menyerap air dari tanah), zakatnya sepersepuluh, dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia atau binatang, zakatnya setengah dari sepersepuluh (1/20)."
Hadith ke-16
Dari Abu Musa al-Asy'ary dan Mu'adz Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada keduanya: "Jangan mengambil zakat kecuali dari keempat jenis ini, yakni: sya'ir, gandum, anggur kering, dan kurma." Riwayat Thabrani dan Hakim.
Hadith ke-17
Menurut Daruquthni bahwa Mu'adz Radliyallaahu 'anhu berkata: Adapun mengenai ketimun, semangka, delima dan tebu, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam telah membebaskan (zakat)-nya. Sanadnya lemah.
Hadith ke-18
Sahal Ibnu Abu Hatsmah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami apabila kamu menaksir, maka kerjakanlah, tetapi bebaskan sepertiga. Apabila kamu enggan membebaskan sepertiga, maka bebaskan seperempat. Riwayat Imam Lima kecuali Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadith ke-19
Attab Ibnu Asid Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan agar anggur ditaksir sebagaimana kurma, dan zakatnya diambil setelah dalam keadaan kering. Riwayat Imam Lima dan sanadnya terputus.
Hadith ke-20
Dari Amar Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersama putrinya yang mengenakan dua gelang emas ditangannya. Lalu beliau bertanya: "Apakah engkau mengeluarkan zakat gelang ini?" Dia menjawab: Tidak. Beliau bersabda: "Apakah engkau senang pada hari kiamat nanti Allahakan menggelangi kamu dengan dua gelang api neraka?" Lalu perempuan itu melepaskan kedua gelang tersebut. Riwayat Imam Tiga dengan sanad yang kuat. Hadith shahih menurut Hakim dari Hadith 'Aisyah.
Hadith ke-21
Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa dia mengenakan perhiasan dari emas, lalu dia bertanya: Ya Rasulullah, apakah ia termasuk harta simpanan? Beliau menjawab: "Jika engkau mengeluarkan zakatnya, maka ia tidak termasuh harta simpanan." Riwayat Abu Dawud dan Daruquthni. Hadith shahih menurut Hakim.
Hadith ke-22
Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari harta yang kita siapkan untuk berjualan. Riwayat Abu Dawud dan sanadnya lemah.
Hadith ke-23
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Zakat rikaz (harta peninggalan purbakala) adalah seperlima." Muttafaq Alaihi.
Hadith ke-24
Dari Amar Ibnu Syu'aib dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tentang harta simpanan yang ditemukan seseorang di suatu tempat yang tidak berpenghuni. Jika engkau menemukannya pada kampung yang dihuni orang, maka umumkan. Jika engkau menemukannya pada kampung yang tidak dihuni orang, maka zakatnya sebagai rikaz itu seperlima." Dikeluarkan oleh Ibnu Majah dengan sanad hasan.
Hadith ke-25
Dari Bilal Ibnu Harits Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengambil zakat dari barang-barang tambang di Qalibiyah. Riwayat Abu Dawud.
Hadith ke-26
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sho' kurma atau satu sho' sya'ir atas seorang hamba, orang merdeka, laki-laki dan perempuan, besar kecil dari orang-orang islam; dan beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar menunaikan sholat. Muttafaq Alaihi.
Hadith ke-27
Menurut riwayat Ibnu Adiy dan Daruquthni dengan sanad yang lemah: "Cegahlah mereka agar tidak keliling (untuk minta-minta) pada hari ini.
Hadith ke-28
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kami selalu mengeluarkan zakat fitrah satu sho' makanan, atau satu sho' kurma, atau satu sho' sya'ir, atau satu sho' anggur kering. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat lain: Atau satu sho' susu kering. Abu Said berkata: Adapun saya masih mengeluarkan zakat fitrah seperti yang aku keluarkan pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dalam riwayat Abu Dawud: Aku selamanya tidak mengeluarkan kecuali satu sho'.
Hadith ke-29
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum sholat, ia menjadi zakat yang diterima dan barangsiapa mengeluarkannya setelah sholat, ia menjadi sedekah biasa. Riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah. Hadith shahih menurut Hakim.
Hadith ke-30
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tujuh macam orang yang akan dilindungi Allah pada hari yang tidak ada lindungan kecuali lindungan-Nya - kemudian ia menyebutkan Hadith dan didalamnya disebutkan - orang yang bersedekah dengan sedekah yang ia tutupi sehingga tangannya yang kiri tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya." Muttafaq Alaihi.
Hadith ke-31
Dari Uqbah Ibnu Amir bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap orang bernaung di bawah sedekahnya sehingga ia diputuskan (amal perbuatannya) antara manusia." Riwayat Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadith ke-32
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Siapa saja orang islam yang memberi pakaian orang Islam yang tidak memiliki pakaian, niscaya Allah akan memberinya pakaian dari hijaunya surga; dan siapa saja orang Islam yang memberi makan orang Islam yang kelaparan, niscaya Allah akan memberinya makanan dari buah-buahan surga; dan siapa saja orang Islam yang memberi minum orang Islam yang kehausan, niscaya Allah akan memberinya minuman dari minuman suci yang tertutup." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dalam sanadnya ada kelemahan.
Hadith ke-33
Dari Hakim Ibnu Hazm Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tangan yang di atas (pemberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (penerima); dan mulailah dari orang-orang yang banyak tanggungannya; dan sebaik-baik sedekah ialah yang diambil dari sisa kebutuhan sendiri, barangsiapa menjaga kehormatannya Allah akan menjaganya dan barangsiapa merasa cukup Allah akan mencukupkan kebutuhannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Bukhari.
Hadith ke-34
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya: Wahai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: "Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah (memberi sedekah) atas orang yang banyak tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadith shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Hadith ke-35
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Bersedekahlah." Lalu seorang laki-laki berkata: Wahai Rasulullah, aku mempunyai satu dinar? Beliau bersabda: "Bersedekahlah pada dirimu sendiri." Orang itu berkata: Aku mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk anakmu." Orang itu berkata: Aku masih mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk istrimu." Orang itu berkata: Aku masih punya yang lain. Beliau bersabda: "Sedekahkan untuk pembantumu." Orang itu berkata lagi: Aku masih mempunyai yang lain. Beliau bersabda: "Kamu lebih mengetahui penggunaannya." Riwayat Abu Dawud dan Nasa'i dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Hakim.
Hadith ke-36
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila perempuan menafkahkan sebagian makanan di rumahnya tanpa merusak (anggaran harian) maka baginya pahala atas apa yang ia nafkahkan, bagi suaminya juga pahala karena ia yang bekerja, dan begitu pula bagi yang menyimpannya. Sebagian dari mereka tidak mengurangi sedikit pun pahala atas sebagian lainnya." Muttafaq Alaihi.
Hadith ke-37
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Zainab, istri Abu Mas'ud, bertanya: Wahai Rasulullah, baginda telah memerintahkan untuk bersedekah hari ini, dan aku mempunyai perhiasan padaku yang hendak saya sedekahkan, namun Ibnu Mas'ud menganggap bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak untuk aku beri sedekah. Lalu Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ibnu Mas'ud memang benar, suamimu dan anakmu adalah orang yang lebih berhak untuk engkau beri sedekah." Riwayat Bukhari.
Hadith ke-38
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Orang yang selalu meminta-minta pada orang-orang, akan datang pada hari kiamat dengan tidak ada segumpal daging pun di wajahnya." Muttafaq Alaihi.
Hadith ke-39
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barangsiapa meminta-minta harta orang untuk memperkaya diri, sebenarnya ia hanyalah meminta bara api. Oleh karenanya, silahkan meminta sedikit atau banyak." Riwayat Muslim.
Hadith ke-40
Dari Zubair Ibnu al-'Awwam Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Seorang di antara kamu yang mengambil talinya, lalu datang dengan seonggok kayu di atas punggungnya, kemudian menjualnya dan dengan hasil itu ia menjaga kehormatannya adalah lebih baik daripada ia meminta-minta orang yang terkadang mereka memberinya atau menolaknya." Riwayat Bukhari
Hadith ke-41
Dari Samurah Ibnu Jundab Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Meminta-minta adalah cakaran seseorang terhadap mukanya sendiri, kecuali meminta kepada penguasa atau karena suatu hal yang amat perlu." Hadith shahih riwayat Tirmidzi.
Hadith ke-42
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Zakat itu tidak halal diberikan kepada orang kaya kecuali lima macam, yaitu: Panitia zakat, atau orang yang membelinya dengan hartanya, atau orang yang berhutang, atau orang yang berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang menerima zakat kemudian memberikannya pada orang kaya." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hadith shahih menurut Hakim, namun ia juga menilainya cacat karena mursal.
Hadith ke-43
Dari Ubaidillah Ibnu Adiy Ibnu al-Khiyar Radliyallaahu 'anhu bahwa dua orang menceritakan kepadanya bahwa mereka telah menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk meminta zakat pada beliau. Lalu beliau memandangi mereka, maka beliau mengerti bahwa mereka masih kuat. Lalu beliau bersabda: "Jika kalian mau, aku beri kalian zakat, namun tidak ada bagian zakat bagi orang kaya dan kuat bekerja." Riwayat Ahmad dan dikuatkan oleh Abu Dawud dan Nasa'i.
Hadith ke-44
Dari Abdul Muttholib Ibnu Rabi'ah Ibnu Harits bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya zakat itu tidak patut bagi keluarga Muhammad, karena ia sebenarnya adalah kotoran manusia." Dan menurut suatu riwayat: "Sesungguhnya ia tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad." Riwayat Muslim.
Hadith ke-45
Jubair Ibnu Muth'im Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku dan Utsman Ibnu Affan pernah menghadap Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, lalu kami bertanya: Wahai Rasulullah, baginda telah memberi seperlima dari hasil perang Khaibar kepada Banu al-Mutthalib dan baginda meninggalkan kami, padahal kami dan mereka adalah sederajat. Lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Banu al-Mutthalib dan Banu Hasyim adalah satu keluarga." Riwayat Bukhari.
Hadith ke-46
Dari Abu Rafi' Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengutus seseorang dari Banu Makhzum untuk mengambil zakat. Orang itu berkata kepada Abu Rafi': Temanilah aku, engkau akan mendapatkan bagian darinya. Ia menjawab: Tidak, sampai aku menghadap Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk menanyakannya. Lalu keduanya menghadap beliau dan menanyakannya. Beliau bersabda: "Hamba sahaya suatu kaum itu termasuk kaum tersebut, dan sesungguhnya tidak halal zakat bagi kami." Riwayat Ahmad, Imam Tiga, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban.
Hadith ke-47
Dari Salim Ibnu Abdullah Ibnu Umar, dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah memberikan sesuatu kepada Umar Ibnu Khattab. Lalu ia berkata: Berikanlah pada orang yang lebih membutuhkan daripada diriku." Beliau bersabda: "Ambillah, lalu simpanlah atau bersedekahlah dengannya. Dan apa yang datang kepadamu dari harta semacam ini, padahal engkau tidak membutuhkannya dan tidak meminta, maka ambillah. Jika tidak demikian, maka jangan turuti nafsumu." Riwayat Muslim.
Hadith ke-48
Dari Qobishoh Ibnu Mukhoriq al-Hilaly Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah seorang di antara tiga macam, yakni orang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti; orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup; dan orang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga tiga orang dari kaumnya yang mengetahuinya menyatakan: "Si fulan ditimpa kesengsaraan hidup." ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain tiga hal itu, wahai Qobishoh, adalah haram dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram." Riwayat Muslim, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban.
Adapun duit itu sendiri TIDAK DIWAJIBKAN ZAKAT, kerana diri duit tu tiada nilai seumpama emas / perak ... contoh ; duit RM100 yg pecah @ koyak ... ia tak bernilai lagi ... manakala emas walaupun dah koyak atau pecah ia masih bernilai
Mazhab kita syafei, dia kira brg bernilai ... والله اعلم
Sapa nk keluar zakat duit, dia wajib niat taqlid mazhab lain seperti hanafi ... dengan syarat dia mesti maklum dan tahu hukum hakam zakat dlm mazhab hanafi tersebut ....kalau di keluar juga tanpa dgn ilmu ... hukum TIDAK SOH ( menurut syafei) ..

Download Kitab-kitab & Syarah Matan Ghayah wa Taqrib

http://lbm.mudimesra.com/2017/09/Download-kitab-kitab-syarah-matan-ghayah-wa-taqrib.html

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.suryanto.terjemahfthqorib&hl=lv
https://www.terjemahmatan.com/p/download-matan-dan-terjemah.html

Monday, December 9, 2019

Hadis doif Muzakarah pengajian Maulana Hussein

Zawiyah Syeikh Aziz
Muzakarah pengajian Maulana Hussein.
1.Mengenai Imam Ibnu Jauzi.
-Beliau adalah pengarang kitab (الموضوعات). Iaitu kitab yang di dalamnya menghimpunkan hadis2 palsu. Sebenarnya Imam Ibnu Jauzi ini beliau adalah seorang ulama yang mahir di dalam ilmu hadis. Sekalipun demikian, beliau termasuk di kalangan ulama2 yang tersangat syadid ( من المتشددين) terhadap hadis2 Nabi S.A.W.
Sehinggakan hadis2 yang pada hakikatnya adalah hadis hasan dan dhaif pun turut dikatogerikan maudhu' di sisi beliau. Maka dengan yang demikian itulah datang pula selepas daripada itu ulama yang bersederhana (من المعتدلين) terhadap hadis2 nabi iaitu Imam Ibnu Hajar dan Syeikh Zakaria al-Anshori yang meneliti dan menjawab terhadap kitab tersebut dengan mengatakan bukan semua hadis2 didalam kitab tersebut adalah maudhu' kesemuanya, bahkan ada sebahagiannya hasan, dhaif dan seumpamanya.
Ibnu al-Iraq juga mengkaji hadis2 yang telah di dikatogerikan sebagai palsu oleh Imam Ibnu al-Jauzi ini di dalam kitabnya itu. Ternyata di dalamnya ada hadis2 hasan, dhaif dan sebagainya. Maka beliau meneliti hadis2 maudhu di dalam kitab itu, sekiranya hadis itu disepakati oleh Muhaddisin sebagai maudu'. (Yakni bukanlah hanya maudhu' dari sebelah pihak Imam Ibnu al-Jauzi sahaja) barulah beliau akan mengatakan hadis ini adalah hadis maudhu'.
Kata Maulana: Imam Ibnu Jauzi ini bermazhab Hanbali, dan aqidahnya adalah aqidah Ahli Sunnah Waljamaah (iaitu bukanlah aqidah mujassimah). Dan di dalam dunia ini mazhab yang paling sikit pengikutnya adalah mazhab hanbali, yang hanya boleh kita mendapatinya di pendalaman benua2 afrika sahaja. Berbanding dgn mazhab2 lain seperti mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafie yang begitu ramai pengikutnya. Dahulu mazhab hanbali masih ramai pengikutnya, tetapi setelah zaman-berzaman datang sebahagian ulama hambali itu ada yang berfahaman mujassimah, maka ketika itulah semakin berkurang pengikut mazhab hanbali.
Kata Maulana lagi:
Imam Ibnu al-Jauzi ini sekalipun beliau seorang yang sangat syadid di dalam hadis 2 nabi ini. Tetapi beliau beraqidah Ahli Sunnah Waljamaah (bukanlah beraqidah mujassimah). Puak2 wahabi ini suka ikut Imam Ibnu Jauzi di dalam hadis, tetapi tidak mahu ikut pula di dalam aqidah. Mereka ini mengambil sebahagian dan meninggalkan sebahagian lainnya. Sekiranya mereka benar2 nak ikut Imam Ibnu al-Jauzi ini, ikutlah kesemua sekali. Tambah2 di dalam bab aqidah, bukan hanya di dalam hadis. KERANA HAKIKATNYA AQIDAH ITU ADALAH LEBIH PENTING DARIPADA PENGAJIAN HADIS. Mereka ini sebenarnya hanya mengikuti hawa nafsu. Sekiranya 99 peratus hadis jadi maudhu' maka mereka akan lebih seronok.
________________________________________________
2.Tentang perawi hadis.
-Di zaman ini ada sebahagian golongan manusia yang menganggap diri mereka adalah ahli hadis tetapi mereka tidak mahu untuk menerima perawi yang berfahaman salah seperti fahaman syiah, murjiah dan sebagainya. Contoh yang boleh diberikan adalah seperti seorang perawi yang bernama Muhammad bin Ishak.
Ada sebahagian orang menganggapnya berfahaman syiah, maka mereka isytiharkan supaya tidak boleh menerima hadis yg diriwayatkan oleh beliau. SEBENARNYA APA YANG DISEBUTKAN ITU ADALAH BETUL, CUMA PENJELASAN YANG SEDEMIKIAN RUPA TIDAK LENGKAP DAN AKAN MENIMBULKAN MASAALAH.
Ada seorang perawi yang bernama Abu Muawiyah, beliau ini disifatkan oleh sebahagian Muhaddisin dengan mardud, tidak siqah,bukan Ahli Sunnah, dan ada pula yang menyifatkannya dengan ketua bagi golongan Murjiah (رإيس المرجأة). Tetapi di dalam Saheh Al-Bukhari, Imam Al-Bukhari juga dengan bangganya meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Muawiyah ini. Dengan sanadnya yang berbunyi (عن ابي معاوية عن هشام عن عروة).
Begitulah juga di dalam Saheh Muslim. Imam Muslim pun banyak meriwayatkan hadis2 daripada beliau. Begitulah juga para perawi yang disebutan dengan gelaran (متكلم فيه أو مختلف فيه ). Maka bukan mudah2 untuk kita menolak mereka. Contohnya ada seorang perawi yang dibincang/dipertikaikan dari sudut hafalannya seperti seorang perawi yang bernama Abdullah bin Muhammad bin Aqil.
Beliau ini termasuk perawi yang digelarkan padanya dengan المتكلم فيه. Walaupun beliau siqah, tetapi hafalannya ada sedikit masaalah. Sekalipun demikian, jumhur Muhaddisin termasuk Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim tetap menerima riwayat daripadanya dan perawi yang seangkatan dengannya.
Buktinya di dalam Saheh al-Bukhari ada 480 orang perawi, dan 80 orang daripadanya adalah perawi yang dikatogerikan sebagai (المتكلم فيه). Begitulah juga di dalam Saheh Mulim ada 620 orang perawi, dan 160 orang dari kalangan mereka adalah para perawi (المتكلم فيه).
Maka dengan itu janganlah mudah2 kita menolak hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang kurang ingatan dan sebagainya. Maka inilah manhaj yang diajarkan Muhaddisin kepada kita.Adakah kita ingin mengatakan bahawa Imam2 Hadis ini telah melakukan perkara yang salah? Lalu kita mahu disingkirkan sahaja?
Kata Maulana:
Sekiranya kita mahu mengambil kaedah daripada Muhaddisin. Hendaklah mengambil kesemuanya. Janganlah kita mengambil sebahagian dan menolak sebahagian yang lainnya seperti mengatakan hadis2 dhaif tidak boleh diamalkan. Kerana itulah sekiranya perawi itu salah dari sudut aqidah sekalipun, seperti berfahaman syiah dan sebagainya, tetap juga kita tidak boleh sewenangnya2 menolak mereka. Kerana itu para Muhaddisin mengajarkan bahawa kita boleh menerima hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang dikatogerikan sebagai golongan yang sering melakukan perkara bid'ah dan bermasaalah pada aqidah ini dengan 4 Syarat.
Pertama:
Aqidah perawi tersebut tidak sampai kepada tahap syirik dan kufur. Maka Muhammad bin Ishak misalnya walaupun beliau dikatakan cenderung kepada fahaman syiah, tetapi beliau tidaklah sampai menafikan kenabian Nabi Muhammad S.A.W seperti sebahagian puak2 syiah yang mengatakan bahawa Malaikat Jibril sebenarnya silap menghantarkan wahyu kepada Nabi Muhammad, sepatutnya dihantarkan kepada Sayidina Ali.
Maka golongan Syiah yang berpegang dengan pegangan seperti ini tidak syak lagi mereka terkeluar daripada islam kerana menafikan nubuwwah Nabi S.A.W. Adapun perawi yang berfahaman murjiah seperti Abu Muawiyah. Yang mereka menganggap bahawa siapa sahaja yang mengucapkan لا إله إلا الله akan masuk ke dalam syurga sekalipun tidak melakukan apa2 amalan. Seperti mana seseorang itu tidak akan masuk ke dalam syurga kerana ada sedikit kekufuran di dalam hatinya. Maka begitulah juga seseorang itu akan masuk ke dalam syurga dengan hanya mengucapkan لا إله إلا الله .
Di sisi Ahli Sunnah golongan murjiah ini tidaklah sampai kepada tahap syirik dan kufur. Tetapi mereka ini layak disifatkan dengan golongan yang mentafsirkan hadis Nabi secara salah.
Kesimpulannya sekalipun mereka ini bermasaalah dari sudut aqidah, tetapi tidaklah aqidah mereka sampai kepada tahap kufur dan syirik. Maka riwayat daripada mereka diterima oleh Imam2 hadis.
Kedua:
Mestilah perawi tersebut siqah (الثقة). Yakni menjauhkan diri dari dosa2 kecil dan kefasikkan.
Ketiga:
Tidak ada unsur2 di dalam meriwayatkan hadis tersebut untuk menarik kepada fahamannya.
Keempat:
Hadis tersebut mestilah tidak bercanggah dengan aqidah Ahli Sunnah Wal-Jamaah.
Apabila ada keempat2 syarat ini berulah para Muhaddisin menerima riwayat hadis yang diriwayatkan oleh mereka. Kerana itulah sekalipun perawi yang bernama Abu Muawiyah itu digelarkan sebagai mardud, tidak siqah, bukan Ahli Sunnah hatta sebahagian Muhaddisin menggelarkannya dengan gelaran (رإيس المرجأة). Tetap juga Imam al-Bukhari dan Imam Muslin dan lain2nya menerima riwayat daripadanya. Jawapannya kerana beliau adalah seorang perawi yang menepati 4 syarat di atas.
Pesan Maulana:
Inilah pandangan yang diajarkan oleh para Ulama yang hidup di zaman sebaik2 kurun (خير القرون). Adapun pandangan mereka yang hidup pada seburuk2 kurun (شر القرون) ini mereka menolak semua hadis yang diriwayatkan oleh para perawi yang lemah ingatan.
Maka Hendaklah kita memilih sama ada nak kita nak ikut sebaik2 kurun ataupun seburuk2 kurun. JANGALAH KITA MENUNJUKKAN BAHAWA KITA LEBIH PANDAI DARIPADA IMAM AL-BUKHARI.
Maulana pesan:
Bilamana orang dah mula pertikai Kitab Hadi s Saheh Al-Bukhari dan Muslim, maka dia akan membawa kepada HILANGNYA KEPERCAYAAN KEPADA HADIS NABI. Maka yang demikian itu sedikit demi sedikit aka membawa kepada KELUAR DARIPADA ISLAM. نعوذ بالله من ذلك
________________________________________________
3.Tentang kitab2 hadis seperti Sunan al-Tirmizi dan sebagainya.
-Ada sebahagian manusia yang suka mempertikai. Dia berani mempertikaikan Imam al-Tirmizi dengan mengatakan bahawa Imam al-Tirmizi ini tidak pandai mengumpulkan hadis2. Kerana kata mereka beliau bukan sahaja mengumpulkan hadis2 sebaliknya mencampur adukkan sekali dengan pandangan ulama2 besar dan sebagainya.
Maka jawab Maulana:
Kalaulah apa yang dilakukan oleh Imam al-Tirmizi itu tidak betul sudah tentu beliau akan ditegur oleh Imam al-Bukhari, iaitu guru beliau sendiri. Sebenarnya di dalam Shaheh Al-Bukhari pun Imam Al-Bukhari juga memasukkan pandangan2 para tabiein seperti Imam Hasan Al-Basri dan sebagainya di samping beliau mengumpulkan hadis2 di dalam kitab beliau.
Tujuan sebenar Imam al-Tirmizi membukukan kitab (سنن الترمذي) ini adalah untuk menjelaskan mazhab2 (بيان المذاهب). Bukanlah semata2 menghimpunkan hadis sahaja. Kerana itulah beliau memasukkan di dalam kitab beliau pandangan ulama2 muktabar, khususnya Imam2 mazhab.
-Adapun Imam al-Bukhari pula menghimpunkan hadis2 di dalam صحيح البخاري tujuannya adalah untuk mengijtihad hukum. Bukanlah semata2 nak himpunkan. Kerana itulah kita dapati di dalam Saheh Al-Bukhari ini terhadap hadis yang pendek2. Adapun hadis yang pendek2 yang dimasukkan di dalam Saheh Al-Bukhari ini dinamakan sebagai تقطيع.
-Adapun Imam Muslim membukukan Kitab (صحيح مسلم) ini adalah tujuannya ingin mengumpulkan hadis 2 yang sama di dalam sanad yang pelbagai.
-Adapun Imam Abu Daud membukukan kitab سنن أبي داود ini tujuannya adalah untuk menghimpunkan hadis2 yang menjadi dalil bagi Imam2 Mazhab. Tidak kiralah hadis itu dhaif hasan dan sebagainya.
-Adapun Imam al-Nasaie pula membukukan kitab سنن النسائي ini tujuannnya adalah بيان العلة.
Begitulah seterusnya. Setiap Ulama hadis ini ada manhaj dan tujuannya di dalam membukukan sesebuah kitab. Janganlah kita jangan memandai2 di dalam mempertikai para Ulama ini. Ukurlah diri kita ini betapa jauhnya daripada mereka.
Al-Faqir Amidi Syeikh Muhd Zainul Asri
Kompleks Wadi Muhammady,
Mujamma Darul Hadis,
Kuala Nerang, Kedah.
30/10/16.
Website :
http://www.darulhadis.edu.my

Sunday, December 8, 2019

TAUHID DIBAGI 3 ITU BAGAIMANA? AKIDAH ASY’ARIYYAH ITU MASUK USHUL ATAU FURU

TAUHID DIBAGI 3 ITU BAGAIMANA? AKIDAH ASY’ARIYYAH ITU MASUK USHUL ATAU FURU’?

Assalamu alaikum. Bagaimana dengan pembagian tauhid ada tiga dan aqidah asy’ariyah itu masuk kepada hal ushul /furu ? (Fulan)
JAWABAN
Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh.
Masalah membagi tauhid menjadi 3 atau menjadi 2, itu hanya cara ulama untuk memudahkan pemahaman saat membahas ilmu mengenal Allah.
Tidak perlu menjelek-jelekkan dan menghina hal-hal teknis semacam ini.
Itu seperti mengatakan rukun salat ada 17, hal-hal membatalkan wudhu ada 6, syarat wajib haji ada 6 dan seterusnya. Angka-angka itu tidak ada dalam dalil karena itu perkara teknis untuk memudahkan pemahaman ajaran Islam.
Intinya, terkait Allah marilah meyakini tiga kalimat ini,
  • Tidak ada yang berhak disembah kecuali hanya Allah
  • Tidak ada yang menciptakan dan mengurus alam semesta ini kecuali hanya Allah
  • Tidak ada apapun yang sama dengan Allah
Masalah perselisihan antara asy’ariyyah dan salafi, sebagian besar adalah perselisihan tentang memahami dan menafsirkan sifat Allah. Yang diperselisihkan memang ayat-ayat mutasyabihat yang dalalahnya zhonni, sehingga tidak bisa dijadikan dasar untuk mengkafirkan orang.
Soal ini alangkah indahnya jika kita mengambil pelajaran dari An-Nawawi dan Ibnu Taimiyyah.
An-Nawawi adalah penganut paham Asy’ariyyah. Ibnu Taimiyyah adalah tokoh besar paham salafi. Keduanya berbeda dalam rincian memahami sifat Allah. Namun Allah memuliakan keduanya dengan sejumlah karomah yang membuat kita bisa “memastikan’ atau minimal menduga sangat kuat bahwa beliau berdua adalah kekasih Allah.
Saya pernah menulis soal ini dalam artikel berikut ini,
Munculnya dua kekasih Allah dari paham yang berbeda itu menurut saya adalah ayat “kauniyyah” bahwa ikhtilaf antara Asy’ariyyah dan salafi itu seharusnya bisa diharapkan sebagai ikhtilaf furu’ yang tidak sampai level menyesatkan. Tidak mungkin Allah ridha dan cinta kepada mereka berdua jika salah satu dari keduanya berpaham bid’ah, karena bid’ah jelas disebut Nabi ﷺ sebagai penghuni neraka.
Selain itu, apakah kita ingat ada hadis nabi yang menceritakan tentang seseorang di zaman dulu yang berwasiat agar tubuhnya dibakar dengan api sampai mejadi abu kemudian dibuang dilaut?
Dia melakukan itu karena takut kepada Allah, lalu Allah mengampuninya.
Perhatikan.
Ketika dia berwasiat seperti itu, bukankah itu bukti jelas bahwa dia jahil tentang rincian sifat Allah? Dia tahu sifat Allah yang maha membalas, menyiksa, yang siksanya sangat keras, tapi pada saat yang sama jahil bahwa Allah maha kuasa atas segala sesuatu.
Kejahilannya ini dimaafkan karena dia memegang sifat utama seorang hamba yang merupakan inti dari penyembahan, yakni rasa takut kepada Allah.
Bukankah ini juga dalil kuat yang mengharuskan kita bisa berharap untuk lebih toleran dalam hal memahami sifat-sifat Allah?
Dalam perselisihan memahami sifat Allah, sudah pasti ada yang salah. Tapi kesalahan itu selama asasnya takut kepada Allah, maka kita masih bisa berharap Allah memaafkannya.
Jadi ide saya begini,
Kalau kita membahas sifat Allah itu, seharusnya asas dan semangatnya adalah Cinta Allah dan Takut kepada-Nya. Karena inilah makna ibadah sejati.
Belajar akidah tentang sifat Allah, kalau hasilnya tidak mengarah pada cinta Allah dan takut kepada-Nya, jelas itu penyimpangan.
Apalagi jika hasilnya malah membuat orang sombong, ujub, “mughtarr” dan keras hati. Kita khawatir cara belajar semacam itu sesungguhnya sudah masuk dalam jeratan Setan.
Wallahua’lam


MANA YANG BENAR; ALIRAN TAFWIDH ATAUKAH ALIRAN TAKWIL?

Renungan Terkait Cara Orang Awam Berakidah

Studi Kasus: Pilihan Akidah An-Nawawi Dalam Memahami Sifat-Sifat Allah.
Oleh : Ust. Muafa
Dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat terkait sifat Allah, telah diketahui ada dua aliran utama yang saling mengkritik, yaitu aliran tafwidh (التفويض) dan aliran ta’wil (التأويل). Aliran tafwidh dipegang kelompok salafi sementara aliran ta’wil dipegang kelompok Asy’ariyyah.
Bagi orang awam, bagaimana cara memilih pendapat yang paling kuat dari dua aliran ini?
Tentu saja kaum muslimin awam -apalagi yang baru masuk Islam- akan susah diseret untuk memahami pembahasan filosofis terkait shifah dengan maushufjauhar dengan ‘arodh, perbuatan manusia diciptakan Allah atau hamba, perdebatan antara mu’tazilah-jabriyyah-‘Asy’ariyyah, diskursus antara epikureanis dengan stoasis, dan lain-lain. Menyerat awam pada perdebatan seperti ini malah bisa menimbulkan fitnah, yakni memberi kesan Islam itu ruwet sehingga justru malah bisa membuat mereka menjauh bahkan keluar dari Islam.
Jalan paling logis bagi kaum muslimin awam adalah bertaklid pada ulama yang dipercayai terkait isu ini. Dalam memilih ulama pun, bisa jadi kaidahnya sangat sederhana selama dianggap masuk akal dan menentramkan jiwa.
Untuk memahami cara pikir orang awam dalam hal ini, marilah kita ambil contoh kasus An-Nawawi terkait pilihan akidah beliau dalam memahami sifat Allah.
Keutamaan An-Nawawi adalah perkara yang sudah diketahui. Beliau adalah salah seorang ulama yang sangat berkah umur dan waktunya. Ilmunya sangat dalam dan luas, dihormati sebagai Asy-Syaikh di kalangan Asy-Syafi’iyyah dan memiliki banyak kitab yang terbukti sangat berkah dan bermanfaat lintas zaman dan lintas madzhab.
Ketenaran An-Nawawi bukan hanya dalam hal keilmuan, tapi juga dalam kesalihan, ibadah, sikap zuhud dan karomah.
Sejak kecil An-Nawawi sudah menunjukkan tanda-tanda keistimewaan yang menunjukkan beliau bukan “orang biasa”. Di saat teman-teman sebayanya di waktu kecil menghabiskan umur untuk bermain-main, An-Nawawi tidak mau bergabung dengan mereka. Ketika beliau dipaksa ikut main, beliau menangis lalu lari dan membaca Al-Qur’an. Pernah juga di bulan Ramadhan, An-Nawawi kecil melihat cahaya terang benderang di rumahnya. Ketika sang ayah dibangunkan, beliau tidak melihat apa-apa. Ternyata malam itu adalah malam 27 Ramadhan. Maka tahulah sang ayah bahwa malam itu adalah malam lailatul qodar.
Kehidupan masa kecil An-Nawawi seolah-olah menunjukkan bahwa beliau lahir dan tumbuh dalam pengawasan Allah dan memang disiapkan Allah untuk menjadi orang besar, panutan umat, dan pelita kaum muslimin.
Masalahnya (jika dianggap sebagai masalah), akidah An-Nawawi dalam hal memahami sifat Allah adalah akidah Asy’ariyyah yang dibid’ahkan oleh kelompok salafi!
Lalu bagaimana memahami dua hal yang nampak kontradiktif ini?
Bagi umumnya penganut Asy-Syafi’iyyah, barangkali karena kesalihan, karomah dan keberkahan kitab-kitab imam An-Nawawi inilah justru mereka malah menjadi yakin bahwa pilihan akidah An-Nawawi dalam memahami sifat Allah adalah pilihan yang diduga paling tepat dan paling diridhai Allah. Apalagi bagi umumnya Asy-Syafi’iyyah di Indonesia, referensi utama kajian akidah adalah kitab ‘Aqidatu Al-‘Awam karya Ahmad Al-Marzuqi yang mana penulisnya mengklaim bahwa akidah dan manzhumah itu diajarkan langsung oleh Rasulullah melalui mimpi!
Memahami kasus An-Nawawi ini, dalam nalar wajar ada tiga kemungkinan cara memahami;
Pertama, memahami bahwa orang yang memiliki akidah bid’ah bisa saja menjadi wali dan kekasih Allah yang dicintai, diridhai dan disayangi-Nya
Kedua, memahami bahwa pilihan akidah An-Nawawi sebaiknya jangan disebut bid’ah. Tapi lebih lembut sedikit disebut saja khotho’ (الخطأ)/kesalahan. Jika itu bukan bid’ah, tapi “hanya” khotho’, maka pilihan akidah beliau adalah termasuk ijtihad yang dipuji secara umum oleh Rasulullah, yakni; Jika benar pahalanya dua jika salah pahalanya satu.
Ketiga: Memahami bahwa justru akidah An-Nawawi terkait memahami sifat Allah itulah yang lebih benar disisi Allah daripada madzhab tafwidh.
Nampaknya, bagi kaum muslimin awam akan lebih mudah menerima pemahaman yang ketiga. Logikanya mungkin sederhana. Jika dikatakan akidah An-Nawawi terkait sifat Allah adalah bid’ah, maka tentu Allah murka, karena Nabi menyebut setiap bid’ah itu sesat dan setiap sesat di neraka. Tidak mungkin orang yang dimurkai Allah (apalagi ini terkait masalah akidah) akan dimuliakan dengan karomah.
Yang lebih ajaib terkait An-Nawawi ini adalah karomah beliau yang langsung berpaut erat dengan tokoh aliran tafwidh. Konon An-Nawawi pernah berdoa kepada Allah untuk menghancurkan berhala di zamannya yang tidak bisa beliau hilangkan hanya dengan amar makruf nahi munkar. Doa yang dinisbatkan kepada beliau berbunyi,
اللهم أقم لدينك رجلاً يكسر العمود المخلّق1، ويُخرّب القبر الذي في جيرون
Artinya: “Ya Allah, bangkitkanlah untuk dien-MU seorang lelaki yang akan menghancurkan obelisk itu (yang berada di dekat sungai Qoluth), dan merobohkan kuburan yang berada di Jairun (An-Nubuwwat, juz 1 hlm 73)
Uniknya, sebagian ulama memandang bahwa Allah mengabulkan doa ini satu generasi sesudahnya dengan membangkitkan hamba-Nya yang beraliran tafwidh; Ibnu Taimiyyah!
Sejarah mencatat sebagaimana diuraikan Ibnu Katsir dalam kitab Al-Bidayah Wa An-Nihayah bahwa orang yang menghancurkan berhala itu adalah Ibnu Taimiyyah. Karomah dari ulama terakhir ini juga cukup terkenal dan tidak perlu diingkari.
Dari sini kita sedang berhadapan dengan dua ulama yang sama-sama besar, tetapi berbeda aliran dalam memahami sifat Allah. Keduanya adalah ulama yang tidak bisa diingkari jasanya untuk Islam kecuali bagi orang yang mengingkari sinar matahari di siang bolong. Kaum muslimin menyaksikan bagaimana beliau berdua menghabiskan umur untuk berkhidmat pada dinullah. Keduanya bahkan juga memiliki kesamaan wafat dalam keadaan belum pernah menikah. Suatu totalitas untuk dakwah dan tabligh yang luar biasa.
Jika kisah karomah doa An-Nawawi itu memang benar, apakah dengan kasus ini sudah sepentasnya kaum muslimin berhusnudhon kepada dua ulama besar ini, bahwa mereka semua adalah wali Allah, yang ikhtilafnya dimaafkan dalam kasus akidah terkait sifat Allah?
Mungkinkah persoalan debat terkait memahami sifat Allah antara aliran tafwidh dan ta’wil dimasukkan area yang harus dikembangkan sikap tasamuh dan lapang dada? Ataukah tetap tidak ada kompromi dalam hal ini, yang dianggap bid’ah harus tetap digolongkan bid’ah, menyimpang harus tetap digolongkan menyimpang?
Patut direnungkan. Wallahua’lam.

Saturday, December 7, 2019

Imam Salafi (Ibn Taimiyyah) Membolehkan Tahlilan

Dalil tahlilan

Wahabi Salafi yang tak henti-hentinya menyalahkan Amaliyah Aswaja, khususnya di Indonesia. Salah satu yang paling sering mereka fitnah adalah Tahlilan yang menurutnya tidak berdasarkan Dalil bahkan dianggap referensi dari buku agama Hindu. Untuk ini, kali ini saya menunjukkan Tahlilan 3, 7, 25, 40, 100, Satu Tahun & 1000 Hari dari Kitab Ahlussunnah wal Jamaah, bukan buku Hinduisme sebagai tuduhan kaum Wahhabi.

1)
قال النبي صلى الله عليه وسلم الدعاء والصدقة هدية إلىالموتى
وقال عمر: الصدقة بعد الدفن ثوابها إلى ثلاثة أيام والصدقة فى ثلاثة أيام يبقى ثوابها إلى سبعة أيام والصدقة يوم السابع يبقى ثوابها إلى خمس وعشرين يوما ومن الخمس وعشرين إلى أربعين يوما ومن الأربعين إلى مائة ومن المائة إلى سنة ومن السنة إلى ألف عام (الحاوي للفتاوي , ج: 2, ص: 198


Rasulullah saw bersabda: "Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit."

Berkata Umar: "shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari  tetap tetap pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan tetap pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan tetap sampai 100 hari dan dari 100 hari akan sampai ke satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu sampai 1000 hari. "[ Referensi: (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198) ]

jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan agama Hindu ada Tahlilan?

2) Mengumpulkan sholat adalah bentuk shodaqoh demi mayyit.

فلما احتضرعمر أمر صهيبا أن يصلي بالناس ثلاثة أيام, وأمر أن يجعل للناس طعاما, فيطعموا حتى يستخلفوا إنسانا, فلما رجعوا من الجنازة جئ بالطعام ووضعت الموائد! فأمسك الناس عنها للحزن الذي هم فيه, فقال العباس بن عبد المطلب: أيها الناس إن رسول الله صلى الله عليه وسلم قد مات فأكلنا بعده وشربنا ومات أبو بكر فأكلنا بعده وشربنا وإنه لابد من الاجل فكلوا من هذا الطعام, ثم مد العباس يده فأكل ومد الناس أيديهم فأكلوا

Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan-hidangan ditaruhkan, orang - orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:

Wahai hadirin .. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini ..! ", lalu ia mengulurkan tangannya dan makan, maka orang -Mereka mengulurkan tangan mereka dan makan.

[Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul Ummaal fii sunanil aqwaal wal af'al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa'ad Juz 4 hal 29, Tanggal Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110 ]

3) Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:

قال طاووس: ان الموتى يفتنون في قبورهم سبعا فكانوا يستحبون ان يطعموا عنهم تلك الايام

Imam Thawus berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang telah mati telah difitnah di kuburan mereka selama tujuh hari, sehingga mereka (teman-teman) senang untuk melayani makanan sebagai imbalan bagi mereka yang telah mati pada masa itu."

4)
عن عبيد بن عمير قال: يفتن رجلان مؤمن ومنافق, فاما المؤمن فيفتن سبعا واماالمنافق فيفتن اربعين صباحا

Dari Ubaid bin Umair ia berkata: "Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari. "

5) Dalam tafsir Ibnu Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi'i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV / 236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi'i mengatakan bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir-akhirnya nya ia berkomentar lagi:

فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما ومنصوص من الشارع عليهما

Bacaan Al-Quran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi'i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah ia pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa "Allahumma awshil. ... dst.", lalu murid beliau Imam Ahmad dan kelompok murid2 Imam Syafi'i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.

6) Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

اما الصدقة عن الميت فانه ينتفع بها باتفاق المسلمين. وقد وردت بذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم احا ديث صحيحة مثل قول سعد (يا رسول الله ان امي افتلتت نفسها واراها لو تكلمت تصدقت فهل ينفعها ان اتصدق عنها? فقال: نعم, وكذلك ينفعه الحج عنه والا ضحية عنه والعتق عنه والدعاء والاستغفرا له بلا نزاع بين الأئ مة.

"Adapun sedekah untuk mayat, ia bisa mendapatkan keuntungan dari kesepakatan umat Islam, yang semuanya terkandung dalam beberapa hadits Nabi Suci. seperti kata sahabat Sa'ad "Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?" maka Beliau menjawab "Ya", begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban , membebaskan budak, doa dan istighfar kepadanya, yang tanpa perselisihan di antara para imam ". [ Referensi: (Majmu 'al-Fatawa: XXIV / 314-315) ]

7) Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur'an kepada:

فاذا اهدي لميت ثواب صيام او صلاة او قرئة جاز ذلك

Artinya: "jika diberikan kepada pemberian puasa, pahala doa atau pahala pembacaan (al-Qur'an / kalimat thayyibah) maka hukum diperbolehkan". [ Referensi: (Majmu 'al-Fatawa: XXIV / 322) ]

8) Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi'i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;

يستحب ان يمكث على القبر بعد الدفن ساعة يدعو للميت ويستغفرله. نص عليه الشافعى واتفق عليه الاصحاب قالوا: يستحب ان يقرأ عنده شيئ من القرأن وان ختموا القرآن كان افضل) المجموع جز 5 ص 258 (

"Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendoakan dan memohonkan ampunan kepadanya", pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi'i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi'i mengatakan "sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur 'di samping makam mayat, dan lebih penting lagi jika mencapai Alquran.'

9) Selain pajangannya di Imam Nawawi juga memberikan penjelasan lain seperti yang tercantum di bawah ini;

ويستحب للزائر ان يسلم على المقابر ويدعو لمن يزوره ولجميع اهل المقبرة. والافضل ان يكون السلام والدعاء بما ثبت من الحديث ويستحب ان يقرأ من القرأن ما تيسر ويدعو لهم عقبها ونص عليه الشافعى واتفق عليه الاصحاب. (المجموع جز 5 ص 258)

"Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo'akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do'a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca Al-Qur'an semampunya dan diakhiri dengan berdo'a untuknya, deskripsi ini dinash oleh Imam Syafi'i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya ". [ Referensi: (al-Majmu 'Syarh al-Muhadzab, V / 258)
10 ]

Al-'Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal:

قال: ولا بأس بالقراءة عند القبر. وقد روي عن احمد انه قال: اذا دخلتم المقابر اقرئوا اية الكرسى ثلاث مرار وقل هو الله احد ثم قل اللهم ان فضله لأهل المقابر.

Artinya "al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur'an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya ia berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat-ayat dan Qul Huwa Ayat Allahu Akbar tiga kali dan kemudian berdoa dengan doa: Ya Allah kebajikan pembacaan ini saya dikhususkan untuk ahli kuburan. [ Referensi: (al-Mughny II / 566) ]

11) Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik seperti di bawah ini:

وذهب احمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من اصحاب الشافعى الى انه يصل

Rizqi adalah halal dan berkah adalah tahlilan. Wallohu a'lam Bishshowab