ADAB BERSILATURAHMI (MENZIARAHI) ULAMA'
.
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani diusia mudanya adalah seorang yang sangat jenius, cerdas dan gemar menuntut ilmu. Beliau mempunyai dua orang sahabat yaitu Ibnu as-Saqa dan Abu Said Abdullah Ibnu Abi Usrun, keduanya juga dikenal sebagai sosok yang cerdas.
Suatu saat Syaikh Abdul Qadir al-Jailani beserta kedua temannya sepakat untuk mengunjungi seorang wali ALLAH yang bernama Syaikh Yusuf al-Hamdani.
[440H – 535H: Beliau Abu Ya’qub Yusuf ibn Ayyub ibn Yusuf ibn al-Husain al-Hamdani adalah murid kepada Syaikh Abu ‘Ali al-Farmidhi dan guru kepada Shaikh Abdul Khaliq al-Ghujdawani – Masyaikh diTariqah Naqsyabandi. Kepada Syaikh Abdul Khaliq inilah dinisbahkan ‘amalan khatam khawajakhan dan yang mengatakan Syaikh Abu ‘Ali al-Farmidhi adalah guru kepada Imam al-Ghazali],
yang dikenali sebagai al-Ghauts. Al-Ghauts adalah seorang ahli ibadah yang shaleh, wali ALLAH yang tinggal di pinggir kota, Namun beliau dikunjung banyak orang.
Sebelum berangkat, Ibn as-Saqa dan Ibn Abi Usrun berdiskusi mengenai niat atau maksud dari ziarah yang ingin mereka lakukan. Ibn as-Saqa berkata : "Aku akan menanyakan persoalan yang susah agar ia bingung dan tidak bisa menjawabnya."
kemudian Ibn Abi Usrun juga berkata: "Aku akan ajukan pertanyaan ilmiah, dan aku ingin melihat apakah yang ingin beliau katakan."
Akan tetapi Syaikh ’Abdul Qadir al-Jailani hanya diam membisu. Maka bertanyalah Ibn as-Saqa dan Ibn Abi Usrun kepada beliau: "Bagaimana pula dengan engkau, wahai Abdul Qadir?"
Syaikh ’Abdul Qadir al-Jailani menjawab: "Aku berlindung kepada ALLAH dari mempertannyakan permasalahan yang sedemikian. Aku hanya ingin ziarah untuk mengambil barokah darinya."
Kemudian berangkatlah tiga shahabat ini ke rumah Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts. Setelah dipersilahkan masuk, beliau Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts meninggalkan mereka bertiga beberapa saat. Setelah menunggu agak lama, barulah Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts keluar dengan pakaian kewaliannya untuk menemui mereka, dan berkata:
"wahai Ibn as-Saqa, kau berkunjung ke mari untuk mengujiku dengan permasalahan demikian, jawabannya adalah demikian ...." (Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts menjelaskan jawabannya beserta dengan nama kitab yang dapat dijadikan rujukan).
Ia kemudian berkata kepada Ibnu as-Saqa, "Keluarlah kau! Aku melihat api kekufuran menyala-nyala di antara tulang-tulang rusukmu."
"Sedangkan kau, ya Ibnu Abi Usrun, kamu ke mari dengan tujuan menanyakan permasaalahan ilmiah, jawabnya adalah demikian ...." (Beliau, Syaikh Yusuf al-Hamdani menjelaskan jawabannya berserta nama kitab yang membahas persoalan itu).
"Keluarlah kau! Aku melihat dunia mengejar-ngejarmu."
Kemudian Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts melihat kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, lantas berkata: "Wahai anakku Abdul Qadir, Engkau diridhai ALLAH dan RasulNYA dengan adabmu yang baik. Aku melihat engkau kelak akan mendapat kedudukan di Baghdad dan memberi petunjuk kepada manusia. Apa yang kau inginkan insyaALLAH akan tercapai. Aku melihat bahawa kau nanti akan berkata 'Kedua kakiku ini berada di atas pundak setiap para wali'."
Mereka bertiga kemudian keluar dari rumah Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts.
Beberapa tahun kemudian, Ibnu as-Saqa diperintahkan raja untuk berdebat dengan pemuka agama Nashrani. Perdebatan ini atas permintaan Raja kaum Nashrani. Penduduk negeri telah sepakat bahawa mereka sebaiknya diwakili oleh Ibn Saqa. Dialah orang yang paling cerdas dan alim di antara kita, kata mereka. Maka berangkatlah Ibn Saqa untuk berdebat dengan pemuka agama Nashrani. Sesampainya Ibnu Saqa di negeri kaum Nashrani, dia terpikat dengan seorang wanita pada pandangan pertamanya. Lalu dia menghadap ayah si wanita untuk meminangnya. Ayah perempuan itu menolak, melainkan jika Ibn Saqa terlebih dahulu memeluk agama mereka (nashrani). Dia pun dengan serta merta menyatakan persetujuan dan memeluk agama mereka, menjadi seorang Nashrani.
kemudian Ibnu Abi Usrun, dia ditugaskan raja iaitu Sultan as-Shaleh Nuruddin asy-Syahid, untuk menangani urusan wakaf dan sedekah. Akan tetapi kilauan dunia selalu datang menggodanya dari berbagai penjuru hingga akhirnya ia jatuh dalam pelukannya.
Adapun Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, kedudukannya terus menjulang tinggi disisi ALLAH juga disisi manusia sehingga sampai suatu hari beliau berkata “Kedua kakiku ini berada di atas leher setiap wali”. Suara beliau didengar dan dipatuhi oleh seluruh wali ketika itu. Bahkan hingga mencapai maqam kedudukan peringkat tertinggi sebagai sultan Awliya di masanya.
Demikian kisah diatas, kita bisa melihat bagaimana berkah yang didapat oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani yang menjadikannya seorang sulthan Awliya (Rajanya para Wali Allah) di zamannya.
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Dambil dari kitab 'Al-Kawakib ad-Duriyyah ‘ala al-Hadaiq al-Wardiyyah fi Ajlaa’ as-Saadat an-Naqsyabandiah'
oleh Syaikh ‘Abdul Majid bin Muhammad bin Muhammad al-Khani asy-Syafi'i
.
Ada kalanya seorang murid ingin bersilaturahmi ataupun mengambil ilmu dan berkah dari ulama. akan tetapi terkadang ada niat ataupun bisikan hati yang berbeda yang bisa mengotori keberkahan dari pertemuan tersebut.
Ahli Solawat
No comments:
Post a Comment