Terkait dengan pernyataan sebagian tokoh yang telah disinggung di atas yaitu: “Iman tidak terpengaruh oleh maksiat. Walaupun ada 1000 seperti dia yang datang ke Indonesia maka iman ‘wargaku’ tidak akan goyah.” Maka kita akan menelaah bersama pernyataan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah tentang iman.
Imam asy-Syafii menjelaskan:
عن الربيع بن سليمان قال: «سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ يَقُولُ: اَلْإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ»
dari Rabi’ bin Sulaiman bahwa ia berkata: Aku mendengar asy-Syafii berkata: Iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. (Syu’abul Iman al-Baihaqi)
Dijelaskan oleh Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya:
Iman yang syar’i dan yang dituntut tidak lain kecuali berupa keyakinan, perkataan, dan amalan. Dan demikianlah yang dipegangi oleh mayoritas para imam. Bahkan telah dihikayatkan oleh asy-Syafii, Ahmad bin Hambal, Abu ‘Ubaid, dan selain mereka sebagai ijma’, yaitu bahwa iman itu berupa ucapan dan perbuatan, bisa berkurang dan bertambah. (Ibnu Katsir, surat al-Baqarah:3)
Demikianlah hakikat iman menurut kesepakatan para imam, juga sebagaimana yang dinyatakan oleh al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Yaitu iman itu adalah perkataan dan perbuatan, dan iman bisa bertambah dan berkurang. Sehingga iman bukan semata keyakinan atau pengakuan dalam hati saja, atau semata ma’rifat(mengetahui). Akan tetapi mencakup perkataan dan perbuatan, yaitu perkataan hati dan lisan serta perbuatan hati dan anggota badan. Makna ini sebagaimana yang dijelaskan oleh al-Hasan al-Bashri rahimahullah:
لَيْسَ الإِيمانُ بالتَحلي وَلا بالتَمَنّي ، وَلَكِنْ مَا وَقَرَ في القُلوب وَصدقَتْهُ الأَعْمالُ
Iman bukanlah hanya sekadar dengan berhias dan tidak pula dengan semata angan-angan. Akan tetapi iman itu adalah apa yang terpatri dalam hati dan dibenarkan dengan amalan.
Sehingga sangat terlihat dengan jelasnya kontradiksi yang ada antara pernyataan para imam, di antaranya adalah al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah dengan sebagian tokoh di atas. Oleh karena kita sebagai kaum muslimin harus semakin meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian, karena ternyata keimanan kita menjadi target operasi untuk dilemahkan dan digerus dengan berbagai cara, makar, dan tipu daya. Lalu iman menjadi lemah dan bahkan ditargetkan tidak ada lagi iman pada kaum muslimin. Dengan kata lain menjadi murtad dan mengikuti agama Yahudi atau Nasrani atau selainnya, yang penting bukan Islam.
Atau yang lebih samar lagi menjadi orang yang bertuliskan beragama Islam di KTP atau identitas lainnya namun pada hakikatnya telah hilang imannya, bahkan membenci Islam. Dengan kata lain berubah menjadi orang munafik. Semoga Allah memberikan keselamatan pada agama dan dunia kita amin.
Iman bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan
Upaya dan usaha musuh Islam dan kaum muslimin semakin terlihat dengan jelas ketika kita mengetahui hakikat iman yang bertambah dan berkurang. Yaitu mereka berusaha dengan menggunakan berbagai cara agar kemaksiatan dan kemungkaran di negeri ini semakin menyebar dengan luas dan semakin marak. Mereka telah memahami apabila kaum muslimin tersadar dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjaga imannya, maka negeri ini akan menjadi negeri yang besar dan ditakuti. Akan menjadi negeri yang kuat dan makmur sebagaimana yang kita harapkan bersama. Baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur.
Nah…, agar negeri ini lemah maka salah satu unsur terbesarnya harus dilemahkan, yaitu rakyat yang mayoritasnya beragama Islam. Selain pula dengan melemahkan pamor pemerintah dan kekuatan militernya. Mereka sangat memahami bahwa keimanan kaum muslimin akan semakin melemah dengan kemungkaran dan kemaksiatan yang merajalela dan terpampang di hadapan mata.
Demikian itulah iman, yaitu bertambah kuat karena ketaatan dan berkurang atau lemah karena kemaksiatan. Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah telah menjelaskannya dalam perkataannya di bawah ini sebagaimana yang dinukilkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari:
الإِيمانُ قولٌ وعمل ، يزيدُ وينقص ، يزيدُ بالطاعة وينقص بالمعصية ، ثم تلا : { وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا
Iman itu adalah ucapan dan perbuatan. Ia bisa bertambah dan berkurang. Iman akan bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Kemudian al-Imam asy-Syafi’i membaca ayat ini:
وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا
Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya (QS. al-Muddatsir: 31)
Demikianlah yang bisa kita telaah pada judul kali ini. Pada kesempatan berikutnya akan kita saksikan – insya Allah – pernyataan para imam tentang bertambah dan berkurangnya iman serta iman itu mencakup ucapan dan perkataan.
1) Terjerumus ke dalam kemaksiatan, hati-hati nih. Kalau iman kita lagi menurun, pasti setan siap menyerang kita, apalagi keadaannya sangat menguntungkan setan untuk mengajak kita berbuat maksiat. Saat pertama kali kita diajak maksiat dan kita melakukannya, pasti akan muncul rasa bersalah dan malu karena telah melakukan dosa. Di saat itu hendaklah kita beristighfar, meminta ampun kepada Allah dan segera jauhi kemaksiatan itu. Jangan sampai lama-kelamaan kita malah merasa biasa melakukan maksiat, tidak merasa bersalah samasekali. Ingatlah, maksiat itu terasa biasa jika sudah dilakukan secara terbiasa. Naudzubillah..
2) Tidak tekun dan bermalas-malasan dalam beribadah, yang namanya iman sedang turun, pasti akan terjadi rasa malas untuk melakukan ibadah. Nah kalau sudah timbul rasa seperti ini, cara mengatasinya adalah mempererat tali ukhuwah kita. Misalnya kita bergabung dengan lingkungan yang islami, supaya nanti kita jadi terbawa untuk rajin dan semangat dalam melakukan ibadah lagi :)
3) Terpaut pada urusan duniawi, nah ini fenomena yang paling banyak ditemukan nih di lingkungan sehari-hari kita. Banyak orang lebih mementingkan urusan duniawi dibanding akhirat. Contohnya saja, ketika adzan berkumandang, berapa orangkah yang menghentikan kegiatannya dan kemudian pergi ke masjid untuk shalat berjama'ah? Dan seberapa banyak orang yang tidak mempedulikan panggilan shalat tersebut? Jangankan menghentikan sejenak kegiatan duniawinya, untuk diam sejenak mendengar dan menjawab adzan saja terkadang masih sulit, sungguh kita adalah manusia yang hina :(
Selanjutnya, berikut ini adalah sebab-sebab melemahnya iman seseorang, antara lain :
- jauh dari suasana/lingkungan Islam, seperti yang tadi sudah disampaikan, jika kita berada di lingkungan Islam kita akan terbawa untuk rajin melakukan ibadah, dan sebaliknya, jika jauh dari lingkungan Islam maka akan sulit untuk mengembalikan semangat kita dalam beribadah.
- jauh dari menuntut ilmu. karena kurangnya ilmu tentang Islam, iman seseorang jadi mudah menurun. Jika ia mengetahui ilmu-ilmu Islam tentunya ia akan bisa membangkitkan semangatnya lagi dalam beribadah.
- berada di lingkungan maksiat, iya kan? kalau berada di lingkungan maksiat otomatis jadi cenderung melakukan kemaksiatan. Manusia itu biasanya mengikuti apa yang ada di lingkungan sekitarnya.
- tenggelam dalam kesibukan dunia, karena terlalu banyak urusan dunia yang lebih dipentingkan, jadi lupa shalat, lupa ibadah, lupa ini itu, hati-hati ya, kita harus saling mengingatkan :')
- sibuk mengurusi harta, istri, dan anak-anak, ini hampir sama dengan point sebelumnya.
- Di antara keyakinan yang harus diyakini oleh setiap muslim adalah bahwa iman itu ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan.
- Seorang muslim harus berusaha menjaga dan menaikkan imannya dengan beramal saleh
- Seorang muslim berusaha menjaga imannya agar tidak berkurang dengan menjauhi maksiat
- Pengaruh amalan dan perkataan terhadap hati manusia dan keyakinannya.
- Adanya hubungan antara hati dengan amalan lahir.
- Pernyataan sebagian tokoh terkemuka yang bertentangan dengan al-Qur’an, as-sunnah, dan pernyataan para imam, di antaranya adalah pernyataan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Tokoh itu mengatakan: Iman tidak terpengaruh oleh perbuatan maksiat.
- Pentingnya mendalami ilmu agama agar tidak mudah tertipu oleh para penipu yang berkedok sebagai dai, tukang ceramah, kiyai, keturunan kiyai, dan seterusnya dari berbagai kedok yang membuat terkecoh, terlena dan tertipu.
- Makar musuh Islam dan musuh kaum muslimin terus menerus dilancarkan untuk melemahkan kaum muslimin. Sehingga kaum muslimin wajib meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian.
Apa sajakah ciri seorang mukmin? Di antaranya adalah ketika disebut nama Allah bergetar hati mereka, ketika dibacakan ayat Allah bertambah iman mereka dan mereka pun tawakkal pada Allah.
Allah ta’ala berfirman ,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang apabila disebutkan nama Allah maka bergetarlah hati mereka. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanan mereka. Dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (QS. Al-Anfal: 2)
az-Zajaj mengatakan, “Maksudnya, apabila disebutkan tentang kebesaran dan kekuasaan-Nya dan ancaman hukuman yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang durhaka kepada-Nya maka hati mereka pun merasa takut.” (lihat Zaadul Masir, hal. 540)
‘Umair bin Habib radhiyallahu’anhu berkata, “Iman mengalami penambahan dan pengurangan.” Ada yang bertanya, “Dengan apa penambahannya?” Beliau menjawab, “Apabila kita mengingat Allah ‘azza wa jalla dan memuji-Nya maka itulah penambahannya. Apabila kita lupa dan lalai maka itulah pengurangannya.” (lihat Tafsir al-Baghawi, hal. 511)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata, “Orang-orang munafik itu tidak pernah sedikit pun meresap dzikir kepada Allah ke dalam hatinya pada saat mereka melakukan amal-amal yang diwajibkan-Nya. Mereka sama sekali tidak mengimani ayat-ayat Allah. Mereka juga tidak bertawakal [kepada Allah]. Mereka tidak mengerjakan sholat apabila dalam keadaan tidak bersama orang. Mereka pun tidak menunaikan zakat dari harta-harta mereka. Oleh sebab itulah Allah mengabarkan bahwasanya mereka itu memang bukan termasuk golongan orang-orang yang beriman.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11])
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud dari ungkapan ‘bergetarlah hati mereka’, kata beliau, “Yaitu mereka merasa takut kepada-Nya sehingga mereka pun melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.” (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim [4/11])
Ketika menjelaskan makna dari ‘apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah imannya’ Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Di dalamnya terkandung dalil bahwasanya seringkali seorang lebih banyak mendapatkan faidah karena bacaan [al-Qur’an] oleh orang lain daripada bacaan oleh dirinya sendiri…” (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [2/30])
Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menerangkan, bahwa dari ayat di atas bisa disimpulkan bahwa ciri-ciri orang beriman itu antara lain:
- Merasa takut kepada-Nya ketika mengingat-Nya, yang dengan sebab itulah maka dia akan melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya
- Bertambahnya keimanan mereka tatkala mendengar dibacakannya al-Qur’an
- Menyerahkan segala urusan dan bersandar kepada Allah semata (lihat al-Mulakhkhash fi Syarh Kitab at-Tauhid, hal. 269)
Ayat di atas juga menunjukkan bahwa salah satu ciri utama orang beriman adalah bertawakal kepada Allah saja. Hatinya tidak bergantung kepada selain-Nya. Karena hanya Allah saja yang menguasai segala manfaat dan madharat. Dan tawakal inilah yang menentukan kuat lemahnya iman seorang hamba. Semakin kuat tawakalnya, semakin kuat pula imannya (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid at-Tauhid, hal. 101)
No comments:
Post a Comment