SAMBUNGAN KEUTAMAAN ILMU SYAR’I DAN MEMPELAJARINYA
3. Orang yang berilmu adalah orang-orang yang takut kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud: “…Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah para ulama” (QS. Faathir: 28).
Ibnu Mas’ud RA berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah itu disebut sebagai ilmu. Dan cukuplah tertipu dengan tidak mengingat Allah disebut sebagai kebodohan.” (Diriwayatkan oleh At-Tabarani, al-Mu’jamul Kabiir & Ibnu ‘Abdil Barr, Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadlih).
Imam Ahmadrahimahullah berkata, “Pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah.” Bertambah ilmu menyebabkan seseorang itu bertambah rasa takutnya kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud: “…Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah para ulama” (QS. Faathir: 28).
Ibnu Mas’ud RA berkata, “Cukuplah rasa takut kepada Allah itu disebut sebagai ilmu. Dan cukuplah tertipu dengan tidak mengingat Allah disebut sebagai kebodohan.” (Diriwayatkan oleh At-Tabarani, al-Mu’jamul Kabiir & Ibnu ‘Abdil Barr, Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadlih).
Imam Ahmadrahimahullah berkata, “Pokok ilmu adalah rasa takut kepada Allah.” Bertambah ilmu menyebabkan seseorang itu bertambah rasa takutnya kepada Allah.
4. Ilmu adalah nikmat yang paling agung.
Nikmat yang paling agung yang dikurniakan Allah kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ialah diberikanNya Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah), dan Allah mengajarnya apa yang belum diketahuinya.
Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud:“…Dan Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Kurnia Allah yang dilimpahkan kepadamu sangat besar.” (QS. An-Nisaa’: 113).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan yang sepertinya (As-Sunnah) bersamanya…(HR. Ahmad, Abu Dawud & Ibnu Hibban)
Nikmat yang paling agung yang dikurniakan Allah kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ialah diberikanNya Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah), dan Allah mengajarnya apa yang belum diketahuinya.
Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud:“…Dan Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Kurnia Allah yang dilimpahkan kepadamu sangat besar.” (QS. An-Nisaa’: 113).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur’an) dan yang sepertinya (As-Sunnah) bersamanya…(HR. Ahmad, Abu Dawud & Ibnu Hibban)
5. Faham dalam masalah agama termasuk tanda-tanda kebaikan.
Dari Mu’awiyyah bin Abi Sufyan RA, ia berkata,”Aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf an-Nawawi (wafat 676H) rahimahullah berkata, ” Di dalam hadis ini terdapat keutamaan ilmu, mendalami agama, dan dorongan kepadanya. Sebabnya ialah kerana ilmu akan memandunya menuju ketaqwaan kepada Allah Ta’ala. (Syarah Sahih Muslim)
Dari Mu’awiyyah bin Abi Sufyan RA, ia berkata,”Aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Abu Zakaria Yahya bin Syarf an-Nawawi (wafat 676H) rahimahullah berkata, ” Di dalam hadis ini terdapat keutamaan ilmu, mendalami agama, dan dorongan kepadanya. Sebabnya ialah kerana ilmu akan memandunya menuju ketaqwaan kepada Allah Ta’ala. (Syarah Sahih Muslim)
6. Orang yang berilmu dikecualikan dari laknat Allah.
Dari Abu Hurairah RA RA, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu dilaknat dan dilaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah dan keta’atan kepadaNya, orang berilmu, dan orang yang mempelajari ilmu.” (HR. at-Termizi, Ibnu Majah & Ibnu ‘Abdil Barr)
SAMBUNGAN KEUTAMAAN ILMU SYAR’I DAN MEMPELAJARINYA
2. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang bermaksud: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah kelapangan dalam majlis,’ maka lapangkanlah, nescaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan,’Berdirilah kamu,’ maka berdirilah, nescaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadalah: 11).
Allah berfirman tentang Nabi Yusuf ‘alaihis salaam yang bermaksud, “...Kami angkat derajat orang yang kami kehendaki, dan di atas setiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.“(QS. Yusuf: 76).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang bermaksud:“…Dan (juga kerana) Allah telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (As-Sunnah) kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum engkau ketahui. Kurnia Allah yang dilimpahkan kepadamu sangat besar.” (QS. An-Nisaa’: 113)
Dari Umar bin al-Khattab bahawa Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengangkat dengan Al-Qur’an beberapa kaum dan Allah pun merendahkan beberapa kaum dengannya.” (HR. Muslim)
KEUTAMAAN ILMU SYAR’I DAN MEMPELAJARINYA
Allah Ta’ala memuji ilmu dan pemiliknya serta mendorong hamba-hambaNya untuk berilmu dan membekali diri dengannya, begitu pula Sunnah Rasulullah sallalahu ‘alaihi wa sallam. Antara keutamaan ilmu syar’i seperti yang disebut oleh Ibnu Qayyim al Jauziyyah (wafat 751H) ialah:
1. Kesaksian Allah kepada orang-orang yang berilmu.
Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud: “Allah Ta’ala menyatakan bahawa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) selain Dia, (demikian pula) para Malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan. Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (QS. Aali Imran: 18). Pada ayat ini Allah Ta’ala meminta orang ang berilmu bersaksi terhadap sesuatu yang sangat agung untuk kesaksian, iaitu keesaan Allah. Ini menunjukkan keutamaan ilmu dan orang-orang yang berilmu. Allah Ta’ala memuji tentang kesucian dan keadilan orang-orang yang berilmu.
Sesungguhnya Allah hanya akan meminta orang-orang yang adil saja untuk memberikan kesaksian, seperti yang dinyatakan hadis Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ilmu ini akan dibawa oleh para ulama’ yang adil dari tiap-tiap generasi. Mereka akan membenteras penyimpangan/perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw (yang melampaui batas), menolak kebohongan pelaku kebatilan (para pendusta), dan takwil orang-orang bodoh.” (HR. al-’Uqaily, Ibnu Abi Hatim).
TANDA-TANDA ILMU YANG BERMANFAAT
Ilmu yang bermanfaat dapat diketahui dengan meihat kepada pemilik ilmu tersebut. Di antara tanda-tandanya:
1. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak memperdulikan keadaan dan kedudukan dirinya, serta membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong dengan ilmu yang dimilikinya.
2. Apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, hina dan ketundukannya di hadapan Allah.
3. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari/menjauhi dari dunia (fitnah), terutamanya kedudukan, kesenangan dan pujian.
4. Pemilik ilmu tidak mengakui memiliki ilmu dan tidak berbangga dengannya.
Sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, ” Sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para Nabi, dan mereka tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Sesiapa yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bahagian yang banyak.” (HR Ahmad, Abu Daud, at-Termizi & Ibnu Hibban).
1. Orang yang bermanfaat ilmunya tidak memperdulikan keadaan dan kedudukan dirinya, serta membenci pujian dari manusia, tidak menganggap dirinya suci, dan tidak sombong dengan ilmu yang dimilikinya.
2. Apabila ilmunya bertambah, bertambah pula sikap tawadhu’, rasa takut, hina dan ketundukannya di hadapan Allah.
3. Ilmu yang bermanfaat mengajak pemiliknya lari/menjauhi dari dunia (fitnah), terutamanya kedudukan, kesenangan dan pujian.
4. Pemilik ilmu tidak mengakui memiliki ilmu dan tidak berbangga dengannya.
Sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, ” Sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para Nabi, dan mereka tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Sesiapa yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bahagian yang banyak.” (HR Ahmad, Abu Daud, at-Termizi & Ibnu Hibban).
Ilmu ada tiga jenis:
1. Ilmu tentang Allah, Nama-Nama, dan sifat-sifatNya serta hal-hal yang berkaitan dengannya. Contohnya seperti yang dinyatakan dalam surah Al-Ikhlas, Ayatul Kursi , dan sebagainya.
2. Ilmu mengenai berita dari Allah tentang hal-hal yang telah terjadi dan akan terjadi serta yang sedang terjadi, contohnya ayat-ayat tentang kisah, janji, ancaman, sifat Syurga, sifat Neraka dan sebagainya.
3. Ilmu tentang perintah Allah mengenai hati dan perbuatan anggota tubuh, seperti beriman kepada Allah, pengetahuan tentang hati dan keadaannya, serta perkataan dan perbuatan anggota badan, yang termasuk didalamnya ilmu mengenai dasar-dasar keimanan dan kaedah-kedah Islam, ilmu-ilmu fiqah yang membahaskan hukum amal perbuatan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Telah berkata Yahya bin Ammar (wafat 422H), ” Ilmu itu ada lima: (1) ilmu yang merupakan kehidupan bagi agama, iaitu ilmu tauhid, (2) ilmu yang merupakan santapan agama, iaitu ilmu tentang makna-makna Al-Qur’an dan hadis, (3) ilmu yang merupakan ubat agama, iaitu ilmu fatwa, (4) ilmu yang merupakan penyakit agama, iaitu ilmu kalam dan bid’ah, dan (5) ilmu yang merupakan kebinasaan bagi agama, iaitu ilmu sihir dan yang sepertinya.”
SAMBUNGAN: PENGERTIAN ILMU YANG BERMANFAAT
Berkata Imam Al-Auza’i (W 157H): ” Ilmu itu apa yang datang dari para Sahabat Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun yang datang dari selain mereka bukanlah ilmu.”. Mereka para Sahabat adalah golongan yang bersama dan menerima bimbingan terus dari Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, penuh dengan keta’atan, dan menyampaikannya pada yang lain.
Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Perumpamaan petunjuk dan ilmuyang Allah mengutusku dengannya laksana hujan lebat yang menimpa tanah. Di antara tanah itu ada yang subur. Ia menerima air lalu menumbuhkan tanaman dan rumput yang banyak. Di antaranya juga ada tanah kering yang menyimpan air. Lalu Allah memberi manusia manfaat darinya sehingga mereka meminumnya, mengairi tanaman, dan berladang dengannya. Hujan itu juga mengenai jenis (tanah yang) lain yang tandus, yang tidak menyimpan air, tidak pula menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah, lalu ia mendapat manfaat dari apa yang Allah mengutusku dengannya. Juga perumpamaan atas orang yang tidak memberi perhatian terhadapnya. Ia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.” (HR. Bukhari & Muslim).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ketika diutus membawa ajaran Islam mengumpamakanya seperti hujan yang diperlukan manusia, dan keadaan mereka sebelumnya bagaikan tanah yang kering kontang. Orang yang mendengar ilmu agama itu diumpamakan dengan berbagai jenis tanah yang terkena air hujan. Bagi orang yang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya, umpama tanah yang subur yang menyerap air sehingga memberi manfaat pada dirinya, dan menumbuhkan tanaman yang memberi manfaat pada yang lain. Ada pula mereka yang menuntut ilmu namun tidak mengamalkannya, tetapi mengajarkannya pada orang lain. Dia diumpamakan sebagai tanah yang menggenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Mereka disebut seperti sabda beliau: ” Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia mengajarkannya seperti yang ia dengar.” Ada juga mereka yang mendengar ilmu namun tidak menghafal/menjaganya serta tidak menyampaikannya kepada yang lain, ia umpama tanah yang berair atau tanah gersang yang tidak dapat menerima air sehingga merosakkan tanah di sekelilingnya.
Golongan pertama dan kedua adalah bermanfaat. Tetapi golongan ketiga adalah (1) mereka yang memeluk Islam namun tidak mengamalkannya dan tidak mengajarkannya, umpama tanah tandus seperti disebut Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya” Atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak boleh memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain, dan (2)mereka yang tidak memeluk Islam, walaupun telah disampaikan kepadanya pengetahuan mengenai Islam, tetapi ia mengengkarinya dan kufur kepadanya, kelompok ini diumpamakan tanah datar yang keras di mana air mengalir di atasnya, tetapi tidak dapat memanfaatkannya, seperti disabdakan Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dan ia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.”
Sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Perumpamaan petunjuk dan ilmuyang Allah mengutusku dengannya laksana hujan lebat yang menimpa tanah. Di antara tanah itu ada yang subur. Ia menerima air lalu menumbuhkan tanaman dan rumput yang banyak. Di antaranya juga ada tanah kering yang menyimpan air. Lalu Allah memberi manusia manfaat darinya sehingga mereka meminumnya, mengairi tanaman, dan berladang dengannya. Hujan itu juga mengenai jenis (tanah yang) lain yang tandus, yang tidak menyimpan air, tidak pula menumbuhkan tanaman. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah, lalu ia mendapat manfaat dari apa yang Allah mengutusku dengannya. Juga perumpamaan atas orang yang tidak memberi perhatian terhadapnya. Ia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.” (HR. Bukhari & Muslim).
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam ketika diutus membawa ajaran Islam mengumpamakanya seperti hujan yang diperlukan manusia, dan keadaan mereka sebelumnya bagaikan tanah yang kering kontang. Orang yang mendengar ilmu agama itu diumpamakan dengan berbagai jenis tanah yang terkena air hujan. Bagi orang yang alim yang mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya, umpama tanah yang subur yang menyerap air sehingga memberi manfaat pada dirinya, dan menumbuhkan tanaman yang memberi manfaat pada yang lain. Ada pula mereka yang menuntut ilmu namun tidak mengamalkannya, tetapi mengajarkannya pada orang lain. Dia diumpamakan sebagai tanah yang menggenangi air sehingga manusia dapat memanfaatkannya. Mereka disebut seperti sabda beliau: ” Allah memperindah seseorang yang mendengar perkataan-perkataanku dan dia mengajarkannya seperti yang ia dengar.” Ada juga mereka yang mendengar ilmu namun tidak menghafal/menjaganya serta tidak menyampaikannya kepada yang lain, ia umpama tanah yang berair atau tanah gersang yang tidak dapat menerima air sehingga merosakkan tanah di sekelilingnya.
Golongan pertama dan kedua adalah bermanfaat. Tetapi golongan ketiga adalah (1) mereka yang memeluk Islam namun tidak mengamalkannya dan tidak mengajarkannya, umpama tanah tandus seperti disebut Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang yang tidak menaruh perhatian terhadapnya” Atau dia berpaling dari ilmu sehingga dia tidak boleh memanfaatkannya dan tidak pula dapat memberi manfaat kepada orang lain, dan (2)mereka yang tidak memeluk Islam, walaupun telah disampaikan kepadanya pengetahuan mengenai Islam, tetapi ia mengengkarinya dan kufur kepadanya, kelompok ini diumpamakan tanah datar yang keras di mana air mengalir di atasnya, tetapi tidak dapat memanfaatkannya, seperti disabdakan Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dan ia tidak menerima petunjuk Allah yang dengannya aku diutus.”
No comments:
Post a Comment