Kisah Teladan Syaikh Abdul Qadir al Jaelani
Kejujuran Syaikh Abdul Qadir Jaelani
Kisah ini berawal ketika Syaikh Abdul Qadir Jaelani masih muda, ketika itu beliau sedang menggembalakan unta di gurun dan atas kekuasaan Allah, unta yang sedang di gembalakannya bicara kepada beliau, "hai abdul qadir, engkau di ciptakan Allah bukan untuk menjadi seorang penggembala" dan Abdul Qadir Jaelani pun merasa heran dengan kejadian itu lalu dia pun memberitahukan kepada ibunya kejadian yang dialaminya itu.
Singkatnya, Abdul Qadir Jaelani meminta ijin kepada ibunya untuk menuntut ilmu agama ke Bagdad. Mendengar niat anaknya, ibunya pun merasa senang dan mengijinkannya untuk menimba ilmu agama kepada ulama-ulama besar di Bagdad. Ibunya pun berpesan pada anaknya, "wahai Abdul Qadir, ibu meminta kepada kamu untuk berlaku jujur dalam tindakan dan ucapan selama kamu menimba ilmu disana, dan ibu memberikan bekal kepada kamu warisan dari ayahmu uang sebanyak 200 dinar untuk bekal kamu selama kamu disana. Apabila nanti ada rombongan pengusaha yang akan pergi kesana, alangkah baiknya kamu ikut rombongan itu.”
Abdul Qadir pun pergi dengan ridha ibunya. Ditengah perjalanan ada sekelompok gerombolan perampok yang menghadang rombongan Syaikh Abdul Qadir dan para pengusaha. Kelompok gerombolan ini terkenal bengis dan sadis. Satu persatu harta yang dibawa para rombongan pun dirampas. Pada saat perampok mendekati Abdul Qadir, ia pun bertanya kepada Abdul Qadir, "hai anak muda, harta apa yang kamu miliki?” Abdul Qadir pun menjawab, “aku punya uang 200 dinar, yang kusimpan di bawah ketiak”. Anehnya, orang yang bertanya tadi malah tertawa dan tidak percaya.
Beliau pun di suruh pergi, dan bertemu lagi dengan anggota perampok yang lain. Ia ditanya lagi seperti pertanyaan tadi, dan orang ini pun tidak mempercayainya. Pada akhirnya, kepala perampoknya mendengar bahwa ada anak muda yang mengaku memiliki harta 200 dinar tapi tidak ada yang percaya. Disuruhlah Abdul Qadir untuk menghadap kepada kepala perampok tersebut. Kepala rampok tadi menanyakan pertanyaan sama dengan anak buahnya, Abdul Qadir menjawab dengan jawaban yang sama dan membuktikan bahwa dia memang memiliki uang 200dinar.
Ketika melihat kebenaran dan kejujuran dengan anak muda ini (Syaikh Abdul Qadir Jaelani), para perampok kaget dan tercengang. Dia pun bertanya kepada beliau, “mengapa engkau mau berkata jujur? Padahal dalam situasi serba susah begini?” Abdul Qadir menjawab "saya tidak ingin melanggar janji saya pada ibu saya dan saya tidak ingin membuat ibu saya merasa kecewa". Kepala rampok tersebut menanyakan kembali “memang kamu telah berjanji apa pada ibu kamu? Padahal ibumu tidak akan mengetahuinya.” lalu abdul qadir menjawab "ibu saya mewasiatkan kepada saya untuk berlaku jujur dalam bertingkah laku dan berbicara walau dalam keadaan apapun".
Sejenak kepala rampok itu tertegun dengan jawaban Abdul Qadir itu, ia lalu berkata “Sungguh engkau sangat berbakti pada ibumu, dan engkau pun bukan orang sembarangan.” Kemudian kepala perampok itu menyerahkan kembali uang itu pada Abdul Qadir dan melepaskannya pergi.
Karena ketauladan dan kejujurannya, kepala perampok pun bertaubat di hadapan Syaikh Abdul Qadir. Ia berjanji tidak akan melakukan perbuatan yang di larang Allah dan merugikan banyak orang. Dan hasil rampokannya pun dikembalikan kepada pemiliknya. Konon, sejak saat itu sang perampok menjadi insyaf dan membubarkan gerombolannya.
Kisah Teladan: Syaikh Abdul Qadir Jailani Dengan Seekor Kucing
Diriwayatkan bahwa pada suatu pagi, Syaikh Abdul Qadir Jailani hampir terluput untuk solat subuh. Tiba-tiba, ada seekor kucing datang ke sisi beliau yang sedang nyenyak tidur. Lalu menggerakkan badannya sehingga Syaikh Abdul Qadir Jailani pun terjaga dari tidurnya. Menyadari beliau telah kesiangan, beliau segera berwudhu dan mendirikan shalat subuh pagi itu.
Setelah selesai solat, beliau memandang kucing yang menggerakkannya saat tidur tadi. Dengan kekuatan mata batinnya, beliau dapat mengenali bahawa kucing itu sebenarnya syaitan. Hal ini menjadi tanda tanya kepadanya karena sebagai syaitan mengapa sanggup menggerakkannya untuk mengerjakan solat?. Beliau bertanya: "Aku kenal kamu adalah syaitan, tetapi mengapa kamu membangunkan aku agar aku solat subuh?"
Kucing itu menjawab: "Kamu adalah seorang yang terkenal taat dan bijak seperti mana yang rekan-rekan syaitanku memberitahuku. Oleh karena engkau telah mengenali diriku, aku akan jelaskan kepadamu.” kucing tersebut menyambung “Aku tahu jika kamu tertinggal solat fardhu, kamu akan melakukan seratus raka’at solat lagi sebagai penebus dosamu, jadi aku bangunkan kamu supaya kamu hanya dapat pahala dua raka’at".
Syaikh Abdul Qadir Tidak Sombong
Pada suatu malam ketika beliau sedang bermunajat kepada Allah, muncullah seberkas cahaya terang. Bersamaan dengan itu, terdengar suara, “Wahai Abdul Qadir, telah kuterima ketaatanmu dan segala pengabadian dan penghambaanmu, maka mulai hari ini kuhalalkan segala yang haram dan kubebaskan kau segala macam ibadah”.
Abdul Qadir Jailani mengambil sandalnya dan melemparkannya ke cahaya tersebut dan menghardik “Pergilah kau syetan laknatullah!”. Cahaya itu hilang lalu terdengar suara “Dari manakah kau tau aku adalah syetan?,”
Syaikh Abdul Qadir menjawab, "Aku tahu kau syetan adalah dari ucapanmu. Kau berkata telah menghalalkan yang haram dan membebaskanku dari syariat, sedangkan Nabi Muhammad SAW yang merupakan kekasih Allah saja masih menjalankan syariat dan mengharamkan yang haram".
Syetan berkata lagi, "Sungguh keluasan ilmumu telah menyelamatkanmu". Syaikh Abdul Qadir berkata, "Pergilah kau syetan laknattullah! Aku selamat karena rahmat dari Allah Swt. bukan karena keluasan ilmuku".
Kisah Tauladan: Syaikh Abdul Qadir dan Anak Seorang Wanita Miskin
Wanita itu berkata, "Ya Sayyidii, aku tahu bahwa Anda adalah Ghawts, dan aku tahu demi kehormatan dari Nabi, engkau memberi." Wanita itu adalah seorang wanita yang miskin. Ia selalu menghadiri suhbat (asosiasi), dan ia melihat seluruh murid Syaikh menghadiri suhbat (nasihat) dan dzikir. Di hadapan setiap orang ada seekor ayam yang kemudian mereka makan.
Wanita itu berkata pada dirinya sendiri, “Alhamdulillah, aku miskin dan Sayyidina Abdul Qadir kaya baik di dunia maupun di akhira. Aku akan suruh anakku untuk duduk di sana. Setidaknya ia akan ikut makan di pagi dan malam hari.”
Suatu saat, wanita itu membawa anak lelakinya kepada Syaikh Abdul Qadir Jailani. Ia lalu berkata, "Aku ingin anakku menjadi muridmu". Beliau menerimanya. Anak itu adalah seorang anak yang berbadan cukup gemuk. Beliau menyuruh seorang murid, Muhammad Ahmad, untuk membawanya ke ruang bawah tanah dan memberikannya award (roti kering) untuk khalwat (menyepi).
Wanita tadi datang setelah satu bulan dan berpikir bahwa anak lelakinya pasti makan ayam setiap hari. Saat ia datang, ia melihat para murid Syaikh duduk dan sedang makan ayam. Wanita itu bertanya pada Syaikh tentang anaknya. Syaikh Abdul Qadir menjawab, “Ia sedang di ruang bawah tanah memakan makanan yang istimewa.”
Wanita itu senang, karena ia pikir bahwa kalau para murid saja sedang makan ayam, pastilah anaknya sedang makan daging sapi. Wanita itupun turun ke bawah tanah dan melihat anak lelakinya. Dilihatnya anaknya tampak sangat kurus. Tapi, dia sedang duduk, membaca doa, berdzikir, dan cahaya memancar dari wajahnya.
Wanita itu mendatanginya. Ia melihat sekerat roti di situ. Ia bretanya, "Apa ini?" Anaknya menjawab, "Itulah yang aku makan, sekerat roti setiap hari". Wanita itu kecewa. Ia kemudian mendatangi Syaikh Abdul Qadir dan berkata, “aku membawa anakku untuk bersamamu”. Saat wanita itu berbicara sang Syaikh memerintahkan para muridnya untuk makan.
Setiap murid memakan ayam di hadapannya masing - masing. Yang dimakan bukan potongan-potongan, tapi ayam yang utuh yang telah masak, beserta tulang - tulangnya. Kemudian beliau berkata pada wanita itu, “jika kau ingin anakmu mencapai suatu tingkat untuk dapat memakan ayam beserta tulang-tulangnya, maka ia harus lebih dahulu menjalani tarbiyah atau pelatihan. Tarbiyah itu adalah untuk membina dan melatih pikiran, yang merupakan hal paling sulit. Itulah yang diperlukan.”
Seorang yang ingin senang tentu harus berusaha keras untuk mencapainya. Demikian juga orang yang ingin berhasil, maka ia harus belajar dengan sungguh-sungguh sebagaimana dikatakan yekh Abdul Qadir di atas.
Saling Memberi Wasiat Kebenaran
Syaikh Abdul Qadir Jailani mengatakan: “Ikutilah, janganlah kalian membuat sesuatu yang baru. Taatilah dan jangan merusaknya. Esakanlah dan jangan menyekutukan-Nya. Bersihkanlah sesuatu yang haq dan jangan mencampuradukkannya. Jujurlah dan jangan suka mengadu. Bersabarlah dan jangan merasa takut dan sedih. Istiqamahlah dan jangan melarikan diri. Bertanyalah dan jangan merasa bosan. Tunggulah dan nantikanlah, jangan berputus asa.
Bersaudaralah, jangan saling bermusuhan. Bersatulah atas dasar ketaatan, jangan bercerai berai. Saling mencintailah, jangan saling menyimpan amarah. Bersihkan diri dari dosa, jangan kotori dan lumuri dengannya. Berhiaslah dengan melakukan taat kepada Tuhanmu. Janganlah meninggalkan pintu junjunganmu. Janganlah menoleh dan berpaling dari hadapan-Nya. Janganlah menunda-nunda untuk melakukan taubat.
Janganlah merasa bosan untuk selalu meminta ampun kepada Tuhanmu setiap siang dan malam. Semoga kamu sekalian diberikan rahmat, keberuntungan, dijauhkan dari api neraka, didekatkan kepada surga, disampaikan di sisi Allah swt., diberikan semua kenikmatan di dalam surga Darussalam. Dan kalian akan abadi selamanya di sana. Menikmati kesenangan dengan bidadari dan segala macam wewangian serta suara-suara yang merdu. Dan kalian akan diangkat bersama para nabi, shiddiqiin, para syuhada’, dan orang-orang yang shalih.
Syaikh Abdul Qadir Jailani Mengais Sisa-sisa Makanan Karena Lapar
Syaikh Abdul Qadir berkata, “Aku memunguti selada, sisa-sisa sayuran dan daun carob dari tepi kali dan sungai. Kesulitan yang menimpaku karena melambungnya harga yang terjadi di Baghdad membuatku tidak makan selama berhari-hari. Aku hanya bisa memunguti sisa-sisa makanan yang terbuang untukku makan.”
Suatu hari, karena saking laparnya, aku pergi ke sungai dengan harapan mendapatkan daun carob, sayuran, atau selainnya yang bisa ku makan. Tidaklah aku mendatangi suatu tempat melainkan ada orang lain yang telah mendahuluinya. Ketika aku mendapatkannya, maka aku melihat orang-orang miskin itu memperebutkannya. Maka, aku pun membiarkannya, karena mereka lebih membutuhkan.
Aku pulang dan berjalan di tengah kota. Tidaklah aku melihat sisa makanan yang terbuang, melainkan ada yang mendahuluiku mengambilnya. Hingga, aku tiba di Masjid Yasin di pasar minyak wangi di Baghdad. Aku benar-benar kelelahan dan tidak mampu menahan tubuhku. Aku masuk masjid dan duduk di salah satu sudut masjid. Hampir saja aku menemui kematian.
Tiba-tiba ada seorang pemida non Arab masuk ke masjid. Ia membawa roti dan daging panggang. Ia duduk untuk makan. Setiap kali ia mengangkat tangannya untuk menyuapkan makanan ke mulutnya, maka mulutku ikut terbuka, karena aku benar-benar lapar. Sampai-sampai, aku mengingkari hal itu atas diriku. Aku bergumam, “Apa ini?” aku kembali bergumam, “Disini hanya ada Allah atau kematian yang telah Dia tetapkan.”
Tiba-tiba pemuda itu menoleh kepadaku, seraya berkata, “Bismillah, makanlah wahai saudaraku.” Aku menolak. Ia bersumpah untuk memberikannya kepadaku. Namun, jiwaku segera berbisik untuk tidak menurutinya. Pemuda itu bersumpah lagi. Akhirnya, akupun mengiyakannya. Aku makan dengan tidak nyaman. Ia mulai bertanya kepadaku, “Apa pekerjaanmu? Dari mana kamu berasal? Apa julukanmu?”
Aku menjawab, “Aku orang yang tengah mempelajari fiqih yang berasal dari Jailan bernama Abdul Qadir.” Pemuda itu bertanya, “Ia dikenal sebagai cucu Abdillah Ash-Shauma ‘I Az-Zahid?” Aku berkata, “Akulah orangnya.”
Pemuda itu gemetar dan wajahnya sontak berubah. Ia berkata, “Demi Allah, aku tiba di Baghdad, sedangkan aku hanya membawa nafkah yang tersisa milikku. Aku bertanya tentang dirimu, tetapi tidak ada yang menunjukkanku kepadamu. Bekalku habis. Selama tiga hari ini aku tidak mempunyai uang untuk makan, selain uang milikmu yang ada padaku. Bangkai telah halal bagiku (karena darurat). Maka, aku mengambil barang titipanmu, berupa roti dan daging panggang ini. Sekarang, makanlah dengan tenang. Karena, ia adalah milikmu. Aku sekarang adalah tamumu, yang sebelumnya kamu adalah tamuku.”
Aku berkata kepadanya, “Bagaimana ceritanya?” Ia menjawab, “Ibumu telah menitipkan kepadaku uang 8 dinar untukmu. Aku menggunakannya karena terpaksa. Aku meminta maaf kepadamu.” Aku menenangkan dan menenteramkan hatinya. Aku memberikan sisa makanan dan sedikit uang sebagai bekal. Ia menerima dan pergi.”
Kisah Syaikh Abdul Qodir Al Jaelani dan Iblis
Suatu hari Shaikh Abdul Qadir al Jaelani dan beberapa murid-muridnya sedang dalam perjalanan di padang pasir dengan telanjang kaki. Saat itu bulan Ramadhan dan padang pasirnya panas. Beliau mengatakan, "Aku sangat haus dan luar biasa lelahnya.” Murid-muridku berjalan di depanku. Tiba-tiba awan muncul di atas kami, seperti sebuah payung yang melindungi kami dari panasnya matahari. Di depan kami muncul mata air yang memancar dan sebuah pohon kurma yang sarat dengan buah yang masak. Akhirnya datanglah sinar berbentuk bulat, lebih terang dari matahari dan berdiri berlawanan dengan arah matahari.
Dia berkata, "Wahai para murid Abdul Qadir, aku adalah Tuhan kalian. Makan dan minumlah karena telah aku halalkan bagi kalian apa yang aku haramkan bagi orang lain!" Murid-muridku yang berada di depanku berlari ke arah mata air itu untuk meminumnya, dan ke arah pohon kurma untuk dimakannya. Aku berteriak kepada mereka untuk berhenti, dan aku putar kepalaku ke arah suara itu dan berteriak, "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk!"
Awan, sinar, mata air dan pohon kurma semuanya hilang. Iblis berdiri dihadapan kami dalam rupanya yang paling buruk. Dia bertanya, "Bagaimana kamu tahu bahwa itu aku?" Aku katakan pada Iblis yang terkutuk yang telah dikeluarkan Allah dari rahmat-Nya, “firman Allah bukan dalam bentuk suara yang dapat didengar oleh telinga ataupun datang dari luar. Lebih lagi aku tahu bahwa hukum Allah tetap dan ditujukan kepada semua. Allah tidak akan mengubahnya ataupun membuat yang haram menjadi halal bagi siapa yang dikasihi-Nya.”
Mendengar ini, Iblis berusaha menggodanya lagi dengan memujinya, "Wahai Abdul Qadir," katanya, "Aku telah membodohi tujuh puluh nabi dengan tipuan ini. Pengetahuanmu begitu luar dan kebijakanmu lebih besar daripada nabi-nabi itu!" Kemudian menunjuk kepada murid-muridku dia melanjutkan, "Hanya sekian banyak orang-orang bodoh saja yang menjadi pengikutmu? Seluruh dunia harusnya mengikutimu, karena kamu sebaik seorang nabi." Aku mengatakan, "Aku berlindung darimu kepada Tuhanku yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Karena bukanlah pengetahuanku ataupun kebijakanku yang menyelematkan aku darimu, tetapi hanya dengan rahmat dari Tuhanku."
“TUHAN TUAN-TUAN SEMUA BERADA DI BAWAH TAPAK KAKI SAYA”
Ada sebuah kisah yang berlaku kepada Syeikh Abdul Qadir Jailani. Dia didatangi oleh pemuka-pemuka kota Baghdad untuk diajak bersama dalam satu majlis ibadah malam secara beramai-ramai. Dia menolak tetapi pemuka-pemuka tersebut berkeras juga mengajak beliau hadir. Untuk dapat berkat, kata mereka. Akhirnya, dengan hati yang berat, Syeikh Abdul Qadir bersetuju untuk hadir.
Pada malam berkenaan, di satu tempat yang terbuka, beratus-ratus orang hadir dengan melakukan ibadah masing-masing. Ada yang solat, ada yang wirid, ada yang membaca Quran, ada yang bermuzakarah, ada yang bertafakur dan sebagainya. Syeikh Abdul Qadir duduk di satu sudut dan hanya memerhatikan gelagat orang-orang yang beribadah itu.
Di pertengahan malam, pihak penganjur menjemput Syeikh Abdul Qadir untuk memberi tazkirah. Dia coba mengelak tetapi didesak berkali-kali oleh pihak penganjur. Untuk dapat berkat, kata mereka lagi. Akhirnya dengan hati yang sungguh berat, Syeikh Abdul Qadir bersetuju.
Tazkirah Syeikh Abdul Qadir ringkas dan pendek saja. Dia berkata “Tuan-tuan dan para hadirin sekelian. Tuhan tuan-tuan semua berada di bawah tapak kaki saya.” Dengan itu, semua orang terkejut dan riuh rendah. Para hadirin terasa terhina dan tidak puas hati. Bagaimana mungkin seorang Syeikh yang dihormati ramai dan terkenal dengan ilmu dan kewarakannya boleh berkata begitu terhadap Tuhan mereka Ini sudah menghina Tuhan. Mereka tidak sanggup Tuhan mereka dihina sampai begitu rupa.
Mereka sepakat hendak melaporkan perkara itu kepada pemerintah. Apabila pemerintah dapat tahu, diarahnya kadhi untuk menyiasat dan mengadili Syeikh Abdul Qadir dan jika didapati bersalah, hendaklah dihukum pancung.
Pada hari pengadilan yang dibuat di khalayak ramai,Syeikh Abdul Qadir dibawa untuk menjawab tuduhan. Kadhi bertanya, “Benarkah Tuan Syeikh berkata di khalayak ramai bahwa tuhan mereka ada di bawah tapak kaki Tuan Syeikh?” Dengan tenang Syeikh Abdul Qadir menjawab, “Benar, saya berkata begitu.”
Kadhi bertanya lagi, “Apakah sebab Tuan Syeikh berkata begitu?” Jawab Syeikh Abdul Qadir , “Kalau tuan kadhi mau tahu, silahkan lihat tapak kaki saya.” Maka kadhi pun mengarahkan pegawainya mengangkat kaki Syeikh Abdul Qadir untuk dilihat tapak kakinya. Ternyata ada duit satu dinar yang melekat di tapak kakinya. Kadhi tahu Syeikh Abdul Qadir seorang yang kasyaf.
Pahamlah kadhi bahwa Syeikh Abdul Qadir mau mengajarkan bahwa semua orang yang beribadah pada malam yang berkenaan itu sebenarnya tidak beribadah karena Tuhan. Tuhan tidak ada dalam ibadah mereka. Hakikatnya, mereka tetap bertuhankan dunia yang duit satu dinar itu menjadi lambang dan simbolnya.
Tentang Dunia dan Perintah untuk Tidak Melihat Gemerlap Dunia
Syaikh Abdul-Qadir Jailani mengatakan: Apabila kamu melihat dunia berada di tangan pemiliknya dengan segala perhiasan, kebatilan, tipu daya, tempat pencariannya, dan racunnya yang sangat mematikan, disertai dengan lembutnya sentuhan lahirnya, tersembunyi batinnya, cepatnya dalam merusak sesuatu, cepatnya dalam membunuh orang yang. mencoba untuk menyentuhnya, lalu dia tertipu dan terlalaikan dengan dunia tersebut dari sang pemiliknya dan merusak janjinya, maka jadilah kamu itu seperti orang yang melihat aurat orang lain yang sedang buang hajat di padang dan mencium baunya yang tidak sedap.
Tentunya kamu akan menundukkan pandanganmu dari auratnya dan menutup hidungmu agar tidak mencium baunya yang kurang enak. Seperti itulah kamu seharusnya bersikap ketika melihat dunia. Apabila kamu melihat dunia, maka tundukkan pandanganmu dari segala bentuk perhiasannya dan tutuplah hidungmu dari bau segala bentuk kesenangan dan kenikmatannya, agar kamu selamat darinya dan dari segala bentuk kejahatannya. Kamu akan didatangi bagian dari dunia dengan sendirinya, sedangkan kamu tetap merasa tenang dan nyaman. Allah swt. berfirman kepada Nabi Muhammad saw,
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu itu lebih baik dan lebih kekal.” (Q.s. Thaahaa: 131)
Tentang kematian maknawi
Syaikh Abdul-Qadir Jailani mengatakan: Ketika kamu sudah mati dan terputus hubungan dari sesama makhluk, maka akan dikatakan kepadamu, `Semoga Allah swt. merahmatimu,’ dan akan putuslah semua bentuk kesenangan. Apabila kamu putus dari semua kesenangan, maka akan dikatakan kepadamu, `Semoga Allah merahmatimu,’ dan akan terputuslah semua keinginan dan harapanmu. Dan ketika kamu sudah terputus dari semua bentuk keinginanmu, maka akan dikatakan kepadamu, Semoga Allah swt. merahmatimu,’ dan Allah swt. akan menghidupkanmu dalam kehidupan yang tiada kematian sesudahnya.
Kamu akan diberikan kekayaan yang tiada kefakiran setelahnya. Kamu akan diberikan pemberian yang tiada tercegah pemberian itu setelahnya. Kalian akan diberikan kesenangan yang tiada celaka setelahnya. Kalian akan diberi kenikmatan yang tiada kesusahan setelahnya. Kalian akan beruntung dan tidak akan menemukan kesialan. Kalian akan dimuliakan dan tidak dihinakan. Kalian akan didekatkan dan tidak dijauhkan. Kalian akan diangkat dan tidak direndahkan. Kalian akan diagungkan dan tidak akan dihinakan. Kalian akan disucikan dan tidak akan dikotori.
Semuanya itu dengan tujuan dan harapan agar semua cita-cita menjadi kenyataan, semua perkataan menjadi benar. Kalian akan menjadi batu permata merah yang senantiasa akan dilihat. Kalian akan menjadi orang yang agung dan tidak ada yang menyamaimu. Kalian akan menjadi satu-satunya, sehingga tidak ada yang akan menyekutuimu. Pada saat itulah, kalian akan menjadi pewaris nabi, shadiq, dan rasul. Dengan kalianlah derajat kewalian akan diakhiri. Kepadamulah akan digambarkan para pengganti. Semua kesulitan akan terbuka di hadapanmu.
Pertolongan akan senantiasa tercurah kepadamu. Tanaman-tanaman akan tumbuh sebab dirimu. Sebab kalianlah semua bentuk musibah dan ujian akan ditolak, baik dari orang awam maupun khusus, para penjahat, penggembala, dan rakyat jelata, para pemimpin, dan seluruh umat. Kalian akan menjadi pelindung negara dan seluruh hamba di dunia ini. Akan datang kepada kalian seorang lelaki dengan berjalan kaki dan tangan dengan kehinaan, pemberian dan pelayanan dengan seizin Sang Pencipta dalam semua keadaan, lisan, dengan dzikir yang baik, pujian, dan semua aspek-aspeknya.
Tidak akan berselisih dengan kalian dua orang yang ahli iman. Wahai sebaik-baik orang yang bertempat di padang sahara dan berjalan mengembara di sana. Allah swt. Berfirman:
“Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.s. Al-Jum’ah: 4).
Menghadapi musibah
Syaikh Abdul-Qadir Jailani mengatakan: Ketika seorang hamba diberikan musibah, maka pertama kali di dalam hatinya akan terbetik tentang pertolongan dari dirinya sendiri. Apabila dia tidak dapat menyelamatkan dirinya dari musibah itu, dia akan minta tolong kepada sesama makhluk seperti raja, pemimpin, orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekayaan, ahli-ahli ilmu jiwa dan ahli pengobatan.
Apabila dari semuanya itu tidak dapat mendapatkan keselamatan yang dia harapkan, maka dia kembali menuju Tuhannya dengan manghaturkan doa, tadharru’, dan pujian kepada-Nya. Selama dia menemukan keselamatan dalam dirinya, dia tidak akan mencari pertolongan kepada sesama makhluk. Dan selama dia menemukan keselamatan dari sesama makhluk, maka dia tidak akan kembali menuju kepada Tuhannya.
Kemudian apabila dia tidak menemukan pertolongan dari sisi Tuhannya, maka dia akan terus menengadahkan kedua tangannya untuk memohon dan berdoa, bertadharru’, memuji, membutuhkan, disertai rasa cemas dan penuh pengharapan. Akhirnya Allah swt. memberinya kelemahan dan Dia tetap tidak mengabulkan permintaannya, hingga akhirnya habislah semua jalan. Pada saat itulah qadar berlaku.
Seorang hamba akan merasa lemah dalam setiap usahanya. Dalam dirinya hanyalah tinggal ruh saja. Dia tidak dapat melihat kecuali hanya takdir dan kekuasaan Allah swt.. Jadilah ia sebagai seorang yang yakin dan mengesakan secara terpaksa, dan memutuskan bahwa pada hakikatnya tidak ada yang mengatur dan menggerakkan kecuali hanya Allah swt.. Tidak ada yang memberikan ketenangan dan menggerakkan kecuali Allah swt..
Tiada kebaikan atau kejahatan, bahaya atau manfaat, pemberian atau tiadanya pemberian, terbuka atau terkunci, hidup atau mati, kemuliaan ataupun kehinaan, kecuali hanya di dalam kekuasan Allah swt.. Seorang hamba yang berada di dalam kekuasaan qadar itu ibarat anak kecil yang masih menyusu dalam dekapan perempuan yang menyusuinya, atau seperti jenazah yang sedang dimandikan di tangan orang yang memandikannya, atau seperi bola yang berada di tongkat permainan polo penunggang kuda.
Dia dibolak-balikkan, digonta-ganti, dan diubah-ubah. Dia ada tetapi tidak mempunyai kekuasaan dan gerakan dalam dirinya, juga selainnya. Dia hilang dari dalam dirinya di dalam kekuasaan Tuhannya. Maka dia tidak akan dapat melihat kecuali hanya kepada Tuhannya semata. Dia tidak dapat mendengar dan berpikir dari makhluk, selain Dia.
Jika saja dia dapat melihat, mendengar dan mengetahui, maka pembicarannya tentu akan dapat didengar, pengetahuannya dapat diketahui, nikmatnya dapat dinikmati, dia akan berbahagia dengan mendekatkan diri kepada-Nya, dia akan tenang dengan janji-Nya.
Dengan-Nya, dia merasa tenang, dengan pembicaran-Nya, dia akan merasa gembira. Dan dia akan melarikan diri dan takut dari selainNya. Dia akan selalu berdzikir dan berpegang teguh kepadaNya. Kepada-Nyalah dia akan percaya dan bertawakkal. Dia akan mendapatkan petunjuk dari nur ma’rifat-Nya. Dia akan mampu melihat keanehan-keanehan ilmu-ilmu-Nya. Dia akan dilindungi dan dibimbing di bawah rahasia-rahasia kekuasaanNya. Dari-Nyalah, dia akan dapat mendengar dan mengerti. Kemudian di atas dasar itu semua, dia akan memuja dan memuji, bersyukur dan berdoa kepada-Nya.
BISA MENGHIDUPKAN ORANG MATI
Suatu hari Syaikh Abdul Qadir Al Jailani berjalan-jalan dan dalam perjalanan itu berjumpa dengan dua orang, satu orang muslim dan yang satu orang nasrani. Mereka berdebat hebat sampai Al jaelani mendekat ingin tahu apa yang terjadi.Kemudian seorang Muslim menjelaskan perihal apa yang sedang mereka perdebatakan kepada Al Jaelani,Si muslim mejelaskan bahwa Al Isuwi nama dari orang nasrani tersebut mengatakan bahwa Nabi Isa lebih utama dari Nabi Muhammad.
Kemudian Al Jaelani menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya bahwa nabi terakhir dan penutup bagi para nabi adalah Muhammad SAW. Namun orang nasrani tersebut selalu membantah dan tak mau menerima penjelasan dari AL Jaelani. Akhirnya Al Jaelani meminta bukti dari orang nasrani tersebut. Al Isuwi menjawab bahwa nabinya mampu menghidupkan orang yang sudah mati.
Al Jaelani menjawab, "Aku bukanlah seorang Nabi, namun aku adalah pengikut Nabi Muhammad SAW, jika nanti dengan izin Allah aku bisa menghidupkan orang mati sebagaimana Isa Nabimu, Apakah kamu mau beriman kepada Allah dan mau mengakui Bahwa Nabi penutup adalah Muhammad?" pemuda itu setuju. Kemudian Al Jaelani meminta kepada orang nasrani supaya menujukan kuburan yang mana yang ingin dihidupkan lagi hingga sampailah mereka pada kuburan yang dituju.
Sebelum dihidupkan, Al Jaelani menjelaskan dulu perihal orang yang telah mati tersebut dulunya semasih hidup didunia. Al Jaelani berkata "dahulu orang ini adalah seorang penyanyi, Bagaimana kalau ahli kubur ini saya bangunkan dan saya suruh dia bernyanyi?" “Silahkan saja" dengan nada tak percaya dan bingung bahwa Al Jaelani mampu menghidupkan orang tersebut.
Sesaat kemudian Al Jaelani melangkah kedepan kuburan lalu dia berkata seperti apa yang diucapkan Nabi Isa ketika menghidupkan orang yang sudah mati. ''Bangunlah Dengan Izin Allah" Serta merta kuburan itupun bergerak dan membelah seketika, dan muculah orang yang sudah mati tersebut dan Al Jaelani menyuruhnya bernyanyi.
Dengan rasa tak percaya dan takjub dengan kejadian tersebut kedua orang tersebut saling bertatapan keheranan. Namun kejadian itu adalah kejadian yang nyata yang dilihat dengan kedua mata mereka sendiri. dan akhirnya AL Isuwi akhirnya mau mengakui Nabi Muhammad sebagai Nabinya dan diapun masuk Islam dihadapan AL Jaelani.
RAJA - RAJA JIN TUNDUK PADA SYEKH ABDUL QADIR JAILANI
Suatu hari, seorang lelaki dari kota Baghdad bertemu Syaikh Jailani dan berkata, bahwa dia mempunyai seorang anak dara cantik berumur enam belas tahun bernama Fatimah. Anak daranya itu telah diculik (diterbangkan) dari atas rumahnya oleh seorang jin. Maka Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani pun menyuruh lelaki itu pergi pada malam hari itu ke suatu tempat bekas rumah roboh, di satu kawasan lama di kota Baghdad bernama al-Karkh.
Beliau pun berkata “Carilah bonggol yang kelima, dan duduklah di situ. Kemudian, gariskan satu bulatan sekelilingmu di atas tanah. Kala engkau membuat garis ucapkanlah Bismillah, dan di atas niat asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani. Apabila malam telah gelap, engkau akan didatangi oleh beberapa kumpulan jin, dengan berbagai-bagai rupa dan bentuk. Janganlah engkau takut. Apabila waktu hampir terbit fajar, akan datang pula raja jin dengan segala angkatannya yang besar.
Dia akan bertanya apa hajatmu. Katakan kepadanya bahwa aku telah menyuruh engkau datang bertemu dengannya. Kemudian ceritakanlah kepadanya tentang kejadian yang telah menimpa anak perempuanmu itu.” Lelaki itu pun pergi melaksanakan arahan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani itu. Beberapa saat kemudian datanglah jin-jin yang mencoba menakut-nakuti, tetapi jin-jin itu tidak kuasa melintasi garis bulatan itu.
Jin-jin itu datang bergantian, kelompok demi kelompok. Dan akhirnya, datanglah raja jin yang sedang menunggang seekor kuda beserta satu angkatan besar dan hebat. Raja jin itu memberhentikan kudanya di luar garis bulatan itu dan bertanya “Wahai manusia, apa hajatmu?” Lelaki itu menjawab, “Aku telah disuruh oleh Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani untuk bertemu denganmu.” Begitu mendengar nama asy-Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani diucapkan, serta merta raja jin itu turun dari kudanya dan terus mencium bumi.
Raja jin itu kemudian duduk di atas bumi, disertai dengan seluruh anggota rombongannya. Sesudah itu, raja jin bertanya tentang masalah lelaki itu. Lelaki itu pun menceritakan kisah anaknya yang diculik oleh seorang jin. Setelah mendengar cerita lelaki itu, raja jin langsung memerintahkan agar dicari si jin yang bersalah itu. Beberapa waktu kemudian, dibawa ke hadapan raja jin itu, seorang jin lelaki dari negara Cina bersama dengan anak dara manusia yang telah diculiknya.
Raja jin itu bertanya, “Kenapa engkau bawa kabur anak dara manusia ini? Tidakkah engkau tahu, dia ini berada di bawah naungan al-Quthb?” Jin lelaki dari negri Cina itu mengatakan bahwa dia telah jatuh hati pada anak dara manusia itu. Raja jin itupun memerintahkan agar memulangkan perawan itu kepada bapaknya, sedangkan jin dari negri Cina itu dikenakan hukuman pancung kepala. Lelaki itu pun mengatakan rasa takjubnya dengan segala perbuatan raja jin itu, yang sangat patuh kepada Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani.
Raja jin berkata, “Sudah tentu, karena Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani bisa melihat dari rumahnya semua kelakuan jin-jin jahat. Dan mereka semua sedang berada di sejauh-jauh tempat di atas bumi, karena telah lari dari sebab kehebatannya. Allah Ta’ala telah menjadikan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani bukan saja al-Qutb bagi umat manusia, bahkan juga ke atas seluruh bangsa jin.”
Empat golongan manusia menurut Syekh Abdul Qadir Jailani
1. Manusia yang tidak mempunyai lisan dan hati, senang berbuat maksiat, menipu serta dungu. Berhati-hatilah terhadap mereka dan jangan berkumpul dengannya, karena mereka adalah orang-orang yang mendapat siksa.
2. Manusia yang mempunyai lisan, tapi tidak mempunyai hati. Ia suka membicarakan tentang hikmah atau ilmu, tapi tidak mau mengamalkannya. Ia mengajak manusia ke jalan Allah Swt. tapi ia sendiri justru lari dari-Nya. Jauhi mereka, agar kalian tidak terpengaruh dengan manisnya ucapannya, sehingga kalian terhindar dari panasnya kemaksiatan yang telah dilakukannya dan tidak akan terbunuh oleh kebusukan hatinya.
3. Manusia yang mempunyai hati, tapi tidak mempunyai ucapan (tidak pandai berkata-kata). Mereka adalah orang-orang yang beriman yang sengaja ditutupi oleh Allah Swt. dari makhluk-Nya, diperlihatkan kekurangannya, disinari hatinya, diberitahukan kepadanya akan bahaya berkumpul dengan sesama manusia dan kehinaan ucapan mereka.
4. Manusia yang belajar, mengajar dan mengamalkan ilmunya. Mereka mengetahui Allah dan ayat-ayat-Nya. Allah Swt. memberikan ilmu-ilmu asing kepadanya dan melapangkan dadanya agar mudah dalam menerima ilmu. Maka takutlah untuk berbuat salah kepadanya, menjauhi serta meninggalkan segala nasihatnya.
Semoga kita semua tidak termasuk kepada golongan yang pertama dan yang kedua dan semoga pula kita dilindungi dari golongan seperti itu.
Jangan Pernah Berhenti Mendengar Nasihat
Hati Akan Buta Tanpa Nasihat
Jangan Remehkan Petuah Ulama
Petuah Mereka Adalah Sari Wahyu Allah
(Syekh Abdul Qadir Al- Jailani)