MAKSUD “MA’NA” dari HURUF FATIHAH.
BISMILLAHIRAH MANIRRAHIM : Ya Muhammad, Aku mengatakan RahasiaKu kepada Engkau.
ALHAMDULILLAH : Ya Muhammad Aku memuji DiriKu
HIRABBIL’ALAMIN : Ya Muhammad pekerjaan zahir batin itu...
Aku jua.
ARRAHMAANIR RAHIM : Ya Muhammad yang membaca itu
Aku jua memuji diriKu.
MALIKIYAU MIDDIN : Ya Muhammad Engkau adalah ganti
kerajaanKu
IYYA KA’NA BUDU : Ya Muhammad tiada lain Aku kepada
Engkau.
WAIYYA KANAS TA’IN : Ya Muhammad tiada lain engkau dari
padaKu.
IHDINAS SIRARTAL MUSTAQIM : Ya Muhammad tiada yang tahu
Melainkan Engkau juga yang
Mengetahui.
SIRATAL LAZI NA AN’AM TA’ALAIHIM Ya Muhammad sesungguhnya sekalian
Yang ada ini karenaKu dan KekasihKu.
GHAIRIL MAGDU BI’ALAIHIM : Ya Muhammad tiada lupa Aku maka
Umatku sekalian Aku katakana
rahasiaKu.
WALAD DOOOLLLIN : Ya Muhammad jikalau tiada kasih Aku,
Maka tiada Engkau dan tiada pula
RahasiaKu.
AMIN : Ya Muhammad kamu adalah RahasiaKu
Dan adanya Aku ialah adanya Kamu
Dan Kamu tiada lainnya, maka oleh
Karena itu perkara ini adalah mengandung ma’na. zahir perkataannya agaknya dua tetapi hakikatnya adalah Satu Wujud Jua.
Demikianlah Maksud Ma’na dari huruf Fahihah
INTAHA.
MA’NA RAHASIA FATIHAH
BISMILLAHIRAH MANIRRAHIM : Nuur Muhammad
ALHAMDULILLAH HIRABBIL’ALAMIN : Kepada Nabi Adam
ARRAHMAANIR RAHIM : Kepada Nabi Daud
MALIKIYAU MIDDIN : Kepada Nabi Sulaiman
IYYA KA’NA BUDU WAIYYA KANAS TA’IN : Kepada Nabi Ibrahim
IHDINAS SIRARTAL MUSTAQIM : Kepada Nabi Yakub
SIRATAL LAZI NA : Kepada Nabi Yusuf
AN’AM TA’ALAIHIM : Kepada Nabi Musa
GHAIRIL MAGDU BI’ALAIHIM : Kepada Nabi Isa
WALAD DOOOLLLIN : Terhimpun kepada Nabi Muhammad SAW.
“HURUF FATIHAH YANG ADA DALAM DIRI”
BISMILLAH : Anggota pada kita
ARRAHMAN : Otak pada kita
ARRAHIM : Kedua Tangan kepada kita
ALHAMDULILLAH : Muka pada kita.
RABBIL’ALAMIN : Telinga kanan pada kita
ARRAHMAN : Telinga Kiri pada kita
ARRAHIM : Tangan Kanan pada kita
MALIKIYAU MIDDIN : Tangan Kiri pada kita
IYYA KANA’ BUDU : Dada pada kita
WAIYYA KANAS TA’IN : Leher pada kita
IHDINAS SIRRATAL : Tulang belakang pada kita
MUSTAQIM : Yang Lurus
SIRATALLAZI NA AN’AM TA : Urat Lidah pada kita
‘ALAIHIM : Semuanya pada kita
GHAIRIL MAGDU BI : Empedu pada kita
‘ALAIHIM : Hati pada kita
WALA DOOOLLLIN : Hati Kura pada kita
AMIN : Jantung pada kita.
Demikianlah ma’na Rahasia Fatihah dan Huruf Fatihah yang ada Dalam Diri.
RAHSIA SURAT AL FATIHAH (Fatihatul Kitab/ Ummul Qur’an)
Surat Al Fatihah merupakan sebuah surat paling agung di dalam al-Qur’an. Hal itu berdasarkan hadits Abu Sa’id bin Al Mu’alla yang dikeluarkan oleh Al Bukhari (hadits nomor 4474). Surat ini telah mencakup ketiga macam tauhid: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Tauhid rububiyah adalah mengesakan Allah ta’ala dalam perbuatan-perbuatan-Nya, seperti: menciptakan, memberikan rezeki, menghidupkan, mematikan, dan perbuatan-perbuatan Allah ta’ala yang lainnya. Maknanya Allah itu esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam hal mencipta, menghidupkan dan mematikan makhluk.
Sedangkan tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala dengan perbuatan-perbuatan hamba seperti: dalam hal berdoa, merasa takut, berharap, bertawakal, meminta pertolongan (isti’anah), memohon keselamatan dari cekaman bahaya (istighatsah), menyembelih binatang, dan perbuatan-perbuatan hamba yang lainnya. Maka sudah menjadi kewajiban bagi setiap mereka untuk menjadikan segala ibadah itu ikhlas semata-mata tertuju kepada Allah ‘azza wa jalla sehingga mereka tidak mempersekutukan sesuatupun bersama-Nya dalam hal ibadah. Sebagaimana tiada pencipta kecuali Allah, tiada yang menghidupkan kecuali Allah, tiada yang mematikan kecuali Allah, maka tiada yang berhak disembah kecuali Allah.
Tauhid asma’ wa shifat adalah menetapkan nama dan sifat yang telah ditetapkan sendiri oleh Allah bagi diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi diri-Nya tanpa disertai dengan tahrif (penyelewengan makna), ta’wil (penafsiran yang menyimpang), ta’thil (menolak makna atau teksnya), takyif (menegaskan bentuk tertentu dari sifat Allah), tasybih (menyerupakan secara parsial) ataupun tamtsil (menyerupakan secara total). Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam firman Allah ta’ala yang artinya, “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syura: 11). Sesungguhnya ayat yang mulia ini merupakan dalil yang sangat jelas tentang kebenaran madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam mengimani sifat-sifat Allah ‘azza wa jalla yaitu dengan menetapkan sifat serta menyucikan-Nya. Di dalam firman-Nya ‘azza wa jalla, “Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” terdapat penetapan dua buah nama Allah yaitu As Sami’ (Maha Mendengar) dan Al Bashir (Maha Melihat). Kedua nama ini menunjukkan keberadaan dua sifat Allah yaitu As Sam’u (mendengar) dan Al Bashar (melihat). Sedangkan di dalam firman-Nya ta’ala, “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya.” terdapat penyucian Allah ta’ala dari keserupaan diri-Nya dengan makhluk dalam sifat-sifat mereka. Allah subhanahu wa ta’ala mendengar tetapi tidak sebagaimana pendengaran makhluk. Dia juga melihat namun tidak sama seperti penglihatan mereka.
Bahkan ayat pertama yang terdapat dalam surat yang agung ini sudah mencakup ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid uluhiyah sudah ditunjukkan keberadaannya dengan firman-Nya, “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Allah). Hal itu dikarenakan penyandaran pujian oleh para hamba terhadap Rabb mereka merupakan sebuah bentuk ibadah dan sanjungan kepada-Nya, dan itu merupakan bagian dari perbuatan mereka.
Adapun tauhid rububiyah, ia juga sudah terkandung di dalam firman-Nya ta’ala, “Rabbil ‘alamin.” (Rabb seru sekalian alam). Hal itu disebabkan Allah subhanahu wa ta’ala adalah rabb bagi segala sesuatu, pencipta sekaligus penguasanya. Hal itu sebagaimana difirmankan oleh Allah ‘azza wa jalla, “Hai umat manusia, sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian serta orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit menjadi atap, dan Dia lah yang menurunkan air hujan dari langit kemudian berkat air itu Allah menumbuhkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian, maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 21-22)
Sedangkan tauhid asma’ wa shifat, maka sesungguhnya ayat pertama itu pun telah menyebutkan dua buah nama Allah. Kedua nama itu adalah lafzhul jalalah ‘Allah’ dan Rabb sebagaimana di dalam firman-Nya “Rabbil ‘alamin”. Pada ayat ini kata ‘rabb’ disebutkan dalam bentuk mudhaf (dipadukan dengan kata lain, pen). Sedangkan pada ayat lainnya yang tercantum dalam surat Yasin ia disebutkan secara bersendirian tanpa perpaduan, yaitu dalam firman-Nya, “Salamun qaulan min rabbir rahim” (Semoga keselamatan tercurah dari rabb yang maha penyayang) (QS. Yasin: 58)
Adapun ‘alamin’ adalah segala makhluk selain Allah. Allah subhanahu wa ta’ala dengan dzat-Nya, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, maka Dia lah Sang Pencipta. Sedangkan semua selain diri-Nya adalah makhluk. Allah ‘azza wa jalla bercerita tentang kisah Musa dan Fir’aun, “Fir’aun mengatakan, ‘Apa itu rabbul ‘alamin?’ Maka Musa menjawab, ‘Dia adalah rabb penguasa langit, bumi, dan segala sesuatu yang berada di antara keduanya, jika kamu mau jujur meyakininya.’.” (QS. Asy Syu’ara’: 23-24)
‘Ar Rahman Ar Rahim’ (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) merupakan dua buah nama Allah yang menunjukkan salah satu sifat Allah yaitu rahmah (kasih sayang). Ar Rahman termasuk kategori nama Allah yang hanya boleh dipakai untuk menyebut Allah. Sedangkan nama Ar Rahim telah disebutkan di dalam al-Qur’an pemakaiannya untuk menyebut selain-Nya. Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang sifat Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian, terasa berat olehnya apa yang menyulitkan kalian, dan dia sangat bersemangat untuk memberikan kebaikan bagi kalian, dan dia sangat lembut dan menyayangi orang-orang yang beriman.” (QS. At Taubah: 128)
Ibnu Katsir mengungkapkan tatkala menjelaskan tafsir basmalah di awal surat Al Fatihah, “Kesimpulan yang dapat dipetik adalah sebagian nama Allah ta’ala ada yang bisa dipakai untuk menamai selain-Nya, dan ada yang hanya boleh dipakai untuk menamai diri-Nya -seperti nama Allah, Ar Rahman, Al Khaliq, Ar Raziq dan sebagainya- .”
‘Maliki yaumid din’ menunjukkan kepada tauhid rububiyah. Allah subhanahu wa ta’ala adalah rabb segala sesuatu dan penguasanya. Seluruh kerajaan langit dan bumi serta apa pun yang berada di antara keduanya adalah milik-Nya. Dia lah Raja yang menguasai dunia dan akhirat. Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Milik Allah kerajaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya, dan Dia Maha menguasai segala sesuatu.” (QS. Al Ma’idah: 120). Allah juga berfirman, “Maha Suci Allah yang di tangan-Nya kerajaan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al Mulk: 1). Allah berfirman, “Katakanlah; Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia yang melindungi dan tiada yang dapat terlindungi dari siksa-Nya, jika kalian benar-benar mengetahui? Maka mereka akan menjawab, ‘Allah’. Katakanlah; Lantas dari sisi manakah kalian tertipu.” (QS. Al Mu’minun: 88-89)
Yaumid din adalah hari terjadinya pembalasan dan penghitungan amal. Di dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah adalah penguasa pada hari pembalasan -padahal Dia adalah penguasa dunia dan akhirat- dikarenakan pada hari itu semua orang pasti akan tunduk kepada Rabbul ‘alamin. Berbeda dengan situasi yang terjadi di dunia, ketika di dunia masih ada orang yang bisa melampaui batas dan menyombongkan dirinya, bahkan ada pula yang berani mengatakan, “Aku adalah rabb kalian yang paling tinggi.” Dan dia pun lancang mengatakan, “Wahai rakyatku semua, tidaklah aku mengetahui adanya sesembahan bagi kalian selain diri-Ku.”
‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ (Hanya kepada-Mu kami beribadah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan). Ini menunjukkan tauhid uluhiyah. Penyebutan objek yang didahulukan sebelum dua buah kata kerja tersebut menunjukkan pembatasan. Ia menunjukkan bahwa ibadah tidak boleh dipersembahkan kecuali kepada Allah. Demikian pula meminta pertolongan dalam urusan yang hanya dikuasai oleh Allah juga harus diminta hanya kepada Allah. Kalimat yang pertama menunjukkan bahwasanya seorang muslim harus melaksanakan ibadahnya dengan ikhlas untuk mengharap wajah Allah yang disertai kesesuaian amal dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan kalimat yang kedua menunjukkan bahwa hendaknya seorang muslim tidak meminta pertolongan dalam mengatasi segala urusan agama dan dunianya kecuali kepada Allah ‘azza wa jalla.
‘Ihdinash shirathal mustaqim’ (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Ini menunjukkan tauhid uluhiyah, sebab ia merupakan doa. Dan doa termasuk jenis ibadah. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru bersama Allah siapapun.” (QS. Al Jin: 18). Doa ini mengandung seagung-agung tuntutan seorang hamba yaitu mendapatkan petunjuk menuju jalan yang lurus. Dengan meniti jalan itulah seseorang akan keluar dari berbagai kegelapan menuju cahaya serta akan menuai keberhasilan dunia dan akhirat. Kebutuhan hamba terhadap petunjuk ini jauh lebih besar daripada kebutuhan dirinya terhadap makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanyalah bekal untuk menjalani kehidupannya yang fana. Sedangkan petunjuk menuju jalan yang lurus merupakan bekal kehidupannya yang kekal dan abadi. Doa ini juga mengandung permintaan untuk diberikan keteguhan di atas petunjuk yang telah diraih dan juga mengandung permintaan untuk mendapatkan tambahan petunjuk. Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Dan orang-orang yang tetap berjalan di atas petunjuk, maka Allah pun akan menambahkan kepada mereka petunjuk dan Allah akan memberikan ketakwaan kepada mereka.” (QS. Muhammad: 17). Allah juga berfirman tentang Ashabul Kahfi, “Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Rabb mereka, dan Kami pun menambahkan petunjuk kepada mereka.” (QS. Al Kahfi: 13). Allah juga berfirman, “Dan Allah akan menambahkan petunjuk kepada orang-orang yang tetap berjalan di atas petunjuk.” (QS. Maryam: 76)
Petunjuk menuju jalan yang lurus itu akan menuntun kepada jalan orang-orang yang diberikan kenikmatan yaitu para nabi, orang-orang shiddiq, para syuhada’, dan orang-orang salih. Mereka itu adalah orang-orang yang memadukan ilmu dengan amal. Maka seorang hamba memohon kepada Rabbnya untuk melimpahkan hidayah menuju jalan lurus ini yang merupakan sebuah pemuliaan dari Allah kepada para rasul-Nya dan wali-wali-Nya. Dia memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan musuh-musuh-Nya yaitu orang-orang yang memiliki ilmu akan tetapi tidak mengamalkannya. Mereka itulah golongan Yahudi yang dimurkai. Demikian juga dia memohon agar Allah menjauhkan dirinya dari jalan orang-orang yang beribadah kepada Allah di atas kebodohan dan kesesatan. Mereka itulah golongan Nasrani yang sesat. Hadits yang menerangkan bahwa orang-orang yang dimurkai itu adalah Yahudi dan orang-orang sesat itu adalah Nasrani dikeluarkan oleh At Tirmidzi (hadits nomor 2954) dan ahli hadits lainnya, silakan lihat takhrij hadits ini di buku Silsilah Ash Shahihah karya Al Albani (hadits nomor 3263), di dalam buku itu disebutkan nama-nama para ulama yang menyatakan keabsahan hadits tersebut.
Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya ketika membahas firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan pendeta dan rahib-rahib benar-benar memakan harta manusia dengan cara yang batil dan memalingkan manusia dari jalan Allah.” (QS. At Taubah: 34) menukilkan ucapan Sufyan bin Uyainah yang mengatakan, “Orang-orang yang rusak di antara orang berilmu di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Yahudi. Dan orang-orang yang rusak di antara para ahli ibadah di kalangan kita, padanya terdapat keserupaan dengan Nasrani.”
Guru kamu Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan di dalam kitabnya Adhwa’ul Bayan (1/53), “Orang-orang Yahudi dan Nasrani -meskipun sebenarnya mereka sama-sama sesat dan sama-sama dimurkai- hanya saja kemurkaan itu lebih dikhususkan kepada Yahudi -meskipun orang Nasrani juga termasuk di dalamnya- dikarenakan mereka telah mengenal kebenaran namun justru mengingkarinya, dan secara sengaja melakukan kebatilan. Karena itulah kemurkaan lebih condong dilekatkan kepada mereka. Adapun orang-orang Nasrani adalah orang yang bodoh dan tidak mengetahui kebenaran, sehingga kesesatan merupakan ciri mereka yang lebih menonjol. Meskipun begitu Allah menyatakan bahwa ‘al magdhubi ‘alaihim’ adalah kaum Yahudi melalui firman-Nya ta’ala tentang mereka, “Maka mereka pun kembali dengan menuai kemurkaan di atas kemurkaan.” (QS. Al Baqarah: 90). Demikian pula Allah berfirman mengenai mereka, “Katakanlah; maukah aku kabarkan kepada kalian tentang golongan orang yang balasannya lebih jelek di sisi Allah, yaitu orang-orang yang dilaknati Allah dan dimurkai oleh-Nya.” (QS. Al Ma’idah: 60). Begitu pula firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan patung sapi itu sebagai sesembahan niscaya akan mendapatkan kemurkaan.” (QS. Al A’raaf : 152). Sedangkan golongan ‘adh dhaalliin’ telah Allah jelaskan bahwa mereka itu adalah kaum Nasrani melalui firman-Nya ta’ala, “Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu suatu kaum yang telah tersesat, dan mereka pun menyesatkan banyak orang, sungguh mereka telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. Al Ma’idah: 77)”
Dari penjelasan terdahulu maka jelaslah bahwa surat Al Fatihah mengandung lebih daripada sekedar pembahasan ketiga macam tauhid: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Sebagian ulama ada juga yang membagi tauhid menjadi dua macam: tauhid fil ma’rifah wal itsbat -ia sudah mencakup tauhid rububiyah dan asma’ wa shifat- dan tauhid fi thalab wal qashd yang tidak lain adalah tauhid uluhiyah. Maka tidak ada pertentangan antara pembagian tauhid menjadi dua ataupun tiga. Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi mengatakan di dalam Syarh ‘Aqidah Thahawiyah (hal. 42-43), “Kemudian, tauhid yang diserukan oleh para utusan Allah dan menjadi muatan kitab-kitab suci yang diturunkan-Nya ada dua macam: tauhid dalam hal penetapan dan pengenalan (itsbat wal ma’rifah), dan tauhid dalam hal tuntutan dan keinginan (fi thalab wal qashd). Adapun tauhid yang pertama adalah penetapan hakikat Rabb ta’ala, sifat-sifat-Nya, dan nama-nama-Nya. Tiada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dalam perkara-perkara itu semua. Hal itu sebagaimana yang diberitakan oleh Allah mengenai dirinya sendiri, dan juga sebagaimana yang diberitakan oleh Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. al-Qur’an telah menjelaskan dengan gamblang mengenai jenis tauhid ini, sebagaimana tercantum di dalam bagian awal surat Al Hadid, Thaha, bagian akhir surat Al Hasyr, bagian awal surat ‘Alif lam mim tanzil’ (As Sajdah), awal surat Ali ‘Imran, seluruh ayat dalam surat Al Ikhlas, dan lain sebagainya. Yang kedua: Tauhid thalab wal qashd, seperti yang terkandung dalam surat Qul ya ayyuhal kafirun, Qul Ya ahlal kitabi ta’aalau ila kalimatin sawaa’in bainana wa bainakum, awal surat Tanzilul Kitab dan bagian akhirnya, awal surat Yunus, pertengahan, dan bagian akhirnya, awal surat Al A’raaf dan bagian akhirnya, dan surat Al An’aam secara keseluruhan. Mayoritas surat-surat al-Qur’an mengandung dua macam tauhid tersebut, bahkan setiap surat dalam al-Qur’an demikian halnya; sebab al-Qur’an itu meliputi pemberitaan tentang Allah, nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya, inilah yang disebut dengan tauhid ilmi khabari. Ia juga berisi tentang dakwah yang mengajak untuk beribadah kepada Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya serta menanggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya, inilah yang disebut tauhid iradi thalabi. Ia juga berisi tentang perintah dan larangan serta kewajiban untuk menaati-Nya, ini merupakan hak-hak tauhid dan penyempurna baginya. Ia juga mengandung berita mengenai pemuliaan yang diberikan bagi orang-orang yang bertauhid, kebaikan yang Allah limpahkan kepada mereka di dunia dan kemuliaan yang akan mereka terima di akhirat, maka itu semua merupakan balasan bagi ketauhidannya. Ia juga berisi berita mengenai para pelaku kesyirikan, siksa yang Allah timpakan kepada mereka sewaktu di dunia dan azab yang harus mereka rasakan di akhirat, maka itu merupakan balasan bagi orang-orang yang meninggalkan tauhid. Dengan demikian seluruh bagian dari al-Qur’an berisi tentang tauhid, hak-haknya, dan balasannya, serta menjelaskan tentang syirik, pelakunya, dan balasan (hukuman) yang diberikan kepada mereka. Maka alhamdulillahi Rabbil ‘alamin adalah tauhid. Ar rahmanir rahim adalah tauhid. Maliki yaumid Din adalah tauhid. Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in adalah tauhid. Ihdinash shirathal mustaqim adalah tauhid yang mengandung permohonan petunjuk untuk bisa meniti jalan ahli tauhid yang telah mendapatkan anugerah kenikmatan dari Allah, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan juga bukan jalan orang-orang yang sesat; yaitu orang-orang yang memisahkan diri dari tauhid.”
Dikarenakan keagungan kedudukan surat Al Fatihah ini dan ketercakupannya terhadap tauhidullah dalam hal rububiyah-Nya, uluhiyah-Nya, dan asma’ wa shifat-Nya, kandungan permohonan petunjuk meniti jalan yang lurus, dan dikarenakan kebutuhan setiap muslim terhadap petunjuk itu jauh berada di atas kebutuhannya terhadap apapun dan lebih mendesak, maka surat ini pun disyari’atkan untuk dibaca di setiap raka’at shalat. Di dalam Sahih Bukhari (756) dan Muslim (393) dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab.” Di dalam Sahih Muslim (878) dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa mengerjakan shalat yang tidak membaca Ummul Qur’an di dalamnya maka shalatnya pincang -tiga kali- yaitu tidak sempurna.” Maka ditanyakan kepada Abu Hurairah, “Kalau kami sedang berada di belakang imam, bagaimana?” Beliau menjawab, “Bacalah untuk diri kalian sendiri, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Allah ta’ala berfirman : ‘Aku membagi shalat (Al Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku menjadi dua bagian. Dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta.’ Kalau hamba itu membaca,
‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin’,
maka Allah ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku’.
Kalau dia membaca, ‘Ar Rahmanirrahim’
maka Allah ta’ala menjawab, ‘Hamba-Ku menyanjung-Ku’.
Kalau ia membaca, ‘Maliki yaumid din’
maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku mengagungkan Aku’. Kemudian Allah mengatakan, ‘Hamba-Ku telah pasrah kepada-Ku’.
Kalau ia membaca, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’
maka Allah menjawab, ‘Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.’. dan
kalau dia membaca, ‘Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladziina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim wa ladh dhaalliin” maka Allah berfirman, ‘Inilah hak hamba-Ku dan dia akan mendapatkan apa yang dimintanya.’.”
Makna dari firman Allah di dalam hadits qudsi ini, “Kalau ia membaca, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’ maka Allah menjawab, ‘Inilah bagian untuk-Ku dan bagian untuk hamba-Ku. Dan hamba-Ku pasti akan mendapatkan permintaannya.” ialah: kalimat yang pertama yaitu ‘Iyyaka na’budu’ mencakup ibadah, dan itu merupakan hak Allah. sedangkan kalimat yang kedua (yaitu wa iyyaka nasta’in, pen) mengandung permintaan hamba untuk memperoleh pertolongan dari Allah dan menunjukkan bahwa Allah berkenan memberikan kemuliaan baginya dengan mengabulkan permintaannya.
Guru kami Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengambil kesimpulan hukum dari surat Al Fatihah ini untuk menetapkan keabsahan kekhilafahan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Beliau mengatakan di dalam kitabnya Adhwa’ul Bayan (1/51), “Dari ayat yang mulia ini diambil kesimpulan mengenai keabsahan kepemimpinan Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Hal itu dikarenakan beliau termasuk golongan orang yang disebut di dalam As Sab’ul Matsani dan Al-Qur’an Al ‘Azhim -yaitu dalam surat Al Fatihah- yang Allah perintahkan kita untuk meminta petunjuk kepada-Nya agar bisa meniti jalan mereka. Maka hal itu menunjukkan bahwa jalan mereka adalah jalan yang lurus. Hal itu sebagaimana disinggung dalam ayat-Nya, “Ihdinash shirathal mustaqim. Shirathalladzina an’amta ‘alaihim.” Allah telah menerangkan siapa saja golongan orang yang diberikan kenikmatan itu, dan di antara mereka adalah orang-orang shiddiq. Sementara beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menjelaskan bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu termasuk kategori orang-orang shiddiq. Dengan demikian jelaslah bahwa beliau pun termasuk dalam golongan orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah itu, itulah isi perintah Allah kepada kita yaitu memohon petunjuk agar bisa berjalan di atas jalan mereka, sehingga tidak lagi tersisa sedikit pun kesamaran bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu benar-benar berada di atas jalan yang lurus, dan hal itu juga menunjukkan bahwa kepemimpinan beliau adalah sah.”
dalam setiap tarikan nafas kehidupan ..
dalam setiap detak nadi dan jantung ..
dalam setiap gelombang suara yang tersentuh telinga ..
dalam setiap pancaran cahaya yang membiaskan objek bagi mata ..
dan juga .. dalam setiap alunan getar lidah dan bibir dalam menyulam kalimat ..
AL FATIHAH ...
Memahami alam semesta cukup dengan memahami Kitab kebenaran,
dan memahami kitab kebenaran cukuplah dengan memahami Al-Qur'an,
dan memahami Al-Qur'an cukuplah dengan memahami Al-Fatihah,
dan memahami Al-Fatihah di mulai dengan memahami Baitullah yang tempatnya adalah di Qalbu yang ada dalam diri ..
Awalnya engkau tidak memahami apa-apa dengan kata Biss, lalu disana ada Huruf Mim yang menyambung pada kata Allah dan jadilah :
بِسْمِ اللَّهِ
Awalnya adalah engkau terpisah seperti terpisahnya titik yang di bawa huruf BA',namun di penghujung ketika engkau memahami kebenaran dan melebur menjadi kebenaran,engkau berada di dalam cawan huruf BA' dan BA' telah menjadi NUN pada penghujung ayat ini yakni :
وَلَا الضَّالِّينَ
Tujuh ayat di dalam Surah Al-Fatihah adalah menggambarkan tujuh lapis langit,tujuh lapis bumi,tujuh kali tawaf,dan yang utama adalah tujuh hijab yang ada dalam diri yang menghalangi jiwamu untuk menemukan Zat Allah atau Nur Ilahi .. Apakah itu Nur ? .. Inilah kandungan utama Kebenaran yang dijelaskan ayat demi ayat dalam Surah Al Fatihah ...
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Menjadi ia diriNya AR-RAHMAN itu Ya Muhammad , engkau jua keadaan YA RAHIM itu. Ya Muhammad engkaulah kekasihKu. Tiada yang lain.
Ketika engkau telah memahami dengan kesadaran yang hakiki tentang Baitullah yang ada di dalam dirimu maka itu adalah hakikat huruf pertama pada ayat pertama (BA'),sehingga engkau disambungkan dengan huruf MIM yang bermakna ma'rifat (mengenal) Allah Hurrahman Nirrahim .. Dia lah yang ada di dalam dirimu yang kedekatanNya melebihi dekatnya urat lehermu,Dia lah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang ...
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Ya Muhammad yang membaca Fatihah itu Aku. Yang memuji itu pun Aku. Alhamdulillah itu Ya Muhammad Solatmu ganti SolatKu tempat memuji DiriKu sendiri.Rabbul Alamin itu Aku Tuhan Sekalian Alam.
Jika engkau telah sedar,maka pujilah Dia dengan kesadaranmu,Dia lah yang meliputi sekaligus menguasai alam semesta .. makna puji adalah bukan semata ungkapan kalimat asma' ulhusnah,tapi lebih dari itu iaitu engkau terbangun jiwamu dalam kesadaran ber Tuhan .. olehnya engkau mengerti kerana mengalami .. apa pun lakon hidupmu semuanya bermakna pujian kepada Tuhan ...
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Ya Muhammad yang membaca Fatihah itu Aku yang Memuji itu pun Aku jua.
Jiwa yang telah terbangun kesadaran,kini memasuki kesadaran lebih dalam lagi iaitu kesadaran RASA .. kesadaran rasa adalah mekar dari esensi cinta yang sesungguhnya,cinta adalah refleksi dari energi Kasih dan Sayang dari Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,semuanya mengalir dari dalam dirimu ...
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Ya Muhammad Aku Raja Yang Maha Besar...engkaulah kerajaannya.
Akhirnya engkau menyerahkan segala urusan hidupmu kepada-Nya lantaran sadar jika Dia lah yang menguasai keseluruhan kehidupanmu,termasuk hari-harimu yang kini dan yang akan datang juga pada hari penentuan akan segala amal perbuatan (hari pembalasan) ..
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Ya Muhammad yang solat itu Aku. Aku memuji DiriKu Sendiri..
Ya Muhammad tiada kenyataanKu jika engkau tiada.
Rasa yang mengalir dalan cinta darimu kepada-Nya begitu juga sebaliknya adalah tahap yang engkau capai ketika engkau telah memasrahkan segala kepada-Nya .. engkau menyembah Nya kerana cinta bukan lantaran ketakutan akan gambaran neraka dan siksa kubur .. sembahmu mengalir dalam setiap irama nafas juga detak nadimu .. engkau sadar dalam kesadaran .. apapun yang engkau lakukan engkau merasa bukanlah engkau yang melakukan,tetapi semuanya adalah Dia adanya ..segala kerana pertolongan-Nya ....
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Ya Muhmammad Awal dan Akhir itu Aku.
Dalam setiap irama hidup,engkau selalu memohon kepada-Nya agar sentiasa terbimbing dan menuju ke jalan yang benar .. pertolongan di sini akan mengalir dalam segala ilmu dari semua pengetahuan yang ada .. sehingga engkau menatap disetiap tapak pengetahuan dan menuju kepada pengetahuan tentang keabadian .. dan engkau juga mengerti tentang jalan yang benar iaitu ke FANA an yang sejati di mana dirimu telah hilang dari segala perhubungan selain Dia ... selanjutnya menuju Dia dan melebur dalam Dia .. itulah Tauhid yang sesungguhnya ....
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
Ya Muhammad sebab Aku sukakan engkau ialah engkau itu kekasihKu.
Ya Muhammad Aku jadi Pemurah padamu kerana engkau itu kekasihKu
Ya Muhammad jika tiada Aku maka tiadalah engkau..
Tauhid yang engkau harapkan adalah sebuah kurnia yang telah Dia berikan kepada para kekasih-Nya yang terdahulu .. dan engkau juga telah menjadi kekasih-Nya .. engkau telah menemukan sebuah titik sejati dari makna kebenaran ... dan itulah makna huruf NUN (Nur) di penghujung ayat terakhir surah Al-Fatihah ...
AMIN..
Ya Muhammad Rahsiamu itu Rahsia Aku.
AMALAN SURAH AL-FATIHAH
:::::::::::::::::::::::::::::::::
(1) MAKRIFATKAN AYAT DIBAWAH PADA TITIK MAQAM YG TERLETAK PADA 2 JARI DIBAWAH PUTING PAYUDARA SEBELAH KIRI:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(2) MAKRIFATKAN AYAT DIBAWAH PADA TITIK MAQAM YG TERLETAK 2 JARI DIBAWAH PUTING PAYUDARA SEBELAH KANAN:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
(3) MAKRIFATKAN AYAT DIBAWAH PADA TITIK MAQAM YG TERLETAK 2 JARI DIATAS PUTING PAYUDARA SEBELAH KIRI:
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
.(4) MAKRIFATKAN AYAT DIBAWAH PADA TITIK MAQAM YG TERLETAK 2JARI DIATAS PUTING PAYUDARA SEBELAH KANAN:
مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
Yang menguasai di Hari Pembalasan
(5) MAKRIFATKAN AYAT DIBAWAH PADA TITIK MAQAM YG TERLETAK PADA TENGAH DADA:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan
(6) MAKRIFATKAN AYAT DIBAWAH PADA TITIK MAQAM YANG TERLETAK PADA TENGAH DAHI DIANTARA DUA KENING:.
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus
(7) MAKRIFATKAN AYAT DIBAWAH PADA TITIK MAQAM YANG TERLETAK PADA BAWAH PUSAT & APABILA SAMPAI PADA AYAT DHOOLIIN, HENDAKLAH DIMAKRIFATKAN KE SELURUH ANGGOTA KITA BERMULA IKUT LAWAN JAM NAIK KEATAS DAN TURUN SEMULA KEBAWAH MELIPUTI SELURUH ANGGOTA.
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni`mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Suratul Fatihah.
Al-Fatihah dibaca untuk mendapat barakah Allah di awal majlis, Al-Fatihah juga disedeqahkan kepada orang yang pergi meninggalkan kita. Namun, terdapat banyak fadhilat dan rahsia sunnatullah dalam ummul kitab itu.
antaranya yang akan dibincangkan di bawah.
Rahsia SURAH AL-FATIHAH.
1. Untuk membuat seseorang (suami/isteri, anak-anak) agar senantiasa
mengingati kita.
* Bacalah Surah Al-Fatihah 14 kali sebelum tidur malam.
2. Untuk penyakit yang agak tenat.
* Baca Surah Al-Fatihah 41 kali dan tiup ke dalam air. Minum dan buat mandi
dengan menggunakan air tersebut.
3. Untuk penyakit mental.
* Baca Surah Al-Fatihah 7 kali sambil menggosok kepala orang tersebut
pada waktu pagi dan pada waktu malam, setiap hari tanpa jemu.
4. Bila di dalam kesakitan yang amat sangat,
* Baca Surah Al-Fatihah 3 kali dan tiup ke dalam gelas berisi air dan minum.
Kemudian baca Surah Al-Fatihah sambil menggosok di bahagian yang
sakit itu.
5. Untuk bayi yang selalu menangis terutama pada waktu malam.
* Baca Surah Al-Fatihah 7 kali sambil menggosok kepala bayi itu.
6. Untuk kecederaan seperti luka, disengat lebah, berdarah, jari tersepit pintu.
* Baca Surah Al-Fatihah 3 atau 7 kali, gunakan ibu jari dan ambil air liur dari
“langit-langit” dan sapu pada bahagian yang cedera itu.
INSYA’ ALLAH perkara-perkara yang disebutkan di atas berkesan dengan
beberapa syarat:
* Percaya dan yakin bahawa Surah Al-Fatihah adalah “penawar” yang terbaik
untuk segala-segalanya.
* Baca Surah Al-Fatihah dengan khusyuk.
* Tawakal kepada Allah.
* Guna Surah ini hanya untuk niat yang baik.
Fatihah Seribu Faedah
Sesiapa yang mengekalkan membaca Al-Fatihah diantara sembahyang sunat subuh dengan fardhu subuh sebanyak 41 kali tidak ia:
i) Meminta pangkat melainkan ia dapat
ii)Ia miskin melainkan jadi kaya
iii) Ia berhutang melainkan dibayar Allah akan hutangnya.
iv) Ia sakit melainkan disembuhkan oleh Allah.
v) Ia lemah melainkan dikuatkan.
vi) Ia berdagang dinegeri orang melainkan dimuliakan orang, dikasehi dan sampai cita-citanya.
Fatihah Mengembalikan Pangkat
Sesiapa yang telah dipecat dari pekerjaannya atau jatuh pangkat yang disandang olehnya dan ia ingin kembali mendapatkan pangkatnya semula:
Hendaklah ia membaca Fatihah sebanyak 40 kali diantara sunat subuh dan fardhunya selama 40 hari (jangan kurang dari bilangannya dan jangan putus). Insyaallah dikembalikan pangkatnya atau dapat ia menyandang pangkat yang lebih tinggi. PERCAYALAH KEPADA KUDRAT TUHAN.
Fatihah Mendapat Zuriat
Sesiapa yang mandul dan tidak mendapat anak sedangkan ia inginkan anak, amalkan surah Al-Fatihah sebagaimana kaedah dan peraturan ini:
41 kali membaca Fatihah selama 40 hari dengan tidak putus dan tidak kurang. Masanya adalah antara sunat subuh dan fardhunya. Insyaallah akan mendapat ia anak yang soleh dan baik.
Fatihah Sakit Mata
Jika sesiapa yang mengidap sakit mata sama ada lama atau baru, dan diatas apa sifatnya sekalipun, hendaklah ia membaca Fatihah dengan niat meminta:
i) Sembuh penyakit matanya
ii) Pulih pandangannya.
iii) Menurut peraturan yang telah disebutkan diatas iaitu:
41 kali membaca Fatihah selama 40 hari diantara sembahyang sunat subuh dan fardhunya. Insyaallah akan sembuh penyakit mata itu.
Fatihah Di atas Kapas
Sesiapa membaca Fatihah sebanyak 7 kali, kemudian diludahkan diatas sekeping kapas dan ditampalkan pada tempat yang kudis atau luka atau apa sahaja penyakit kulit, akan bercantum lukanya dan sembuh kudisnya dengan izin
Allah.
Wirid Fatihah
Sesiapa yang membaca Fatihah sebanyak 100 kali sehari pada tiap-tiap lepas sembahyang sebanyak 20 kali, akan ia:
i) Dimurahkan rezekinya
ii) Diperbaiki hal ehwalnya
iii) Dibersihkan hatinya
iv) Diangkat darjatnya
v) Dimudahkan pekerjaannya
vi) Dilepaskan ia dari dukacita
vii) Dijauhkan dari mudharat
viii) Diberi ia kerajinan dan semangat
ix) Tidak kecewa
tak) Jauh dari hasutan syaitan
xi) Diilhamkan kepadanya kebajikan
Dinding Dimasa Tidur
Sesiapa membaca Fatihah sekali tatkala meletakkan kepalanya kerana hendak tidur, kemudian ia membaca:
Qul Huwallah Hu Ahad - 3 kali
Qul A’uzubirabbil falaq - 1 kali
Qul A’uzubirabbin Nas - 1 kali
Terselamat ia dari segala kejahatan dan mudharat serta menjadi dinding dari syaitan dan segala makhluk yang akan merasuk dalam masa ia tidur.
sebaik-baik penawar ialah ayat alquran.Namun, berhati-hatilah membaca Al-Fatihah kerana sekiranya salah membacanya maka rosaklah Al-Fatihah itu.
Berikut diperturunkan nama syaitan laknat yang wujud didalam Al-Fatihah, sekiranya kita tidak berhati-hati.
Nama syaitan
1. DU LI LAH (bila dibaca tiada sabdu)
sepatutnya DULILLAH
2. HIR ROB (bila dibaca dengan sabdu)
sepatutnya HI ROB
3. KIYYAU (bila dibaca dengan sabdu)
sepatutnya KI YAU
4. KANNAK (bila dibaca dengan sabdu)
sepatutnya KA NAK
5. KANNAS (bila dibaca dengan sabdu)
sepatutnya KA NAS
6) Iya (disebut tanpa sabdu)
sepatutnya Iyya. Iya bermaksud
‘matahari’
Dalam ayat ke 5,jika salah bacaannya
akan bermaksud “kepada
mataharilah yang kami sembah dan
kepada matahari kami meminta
pertolongan”!!!!
7) SIROTHOLLAZI…………. sehingga
habis hendaklah dibaca
tanpa
henti.
AMIN .hendaklah mengaminkan Al- Fatihah dengan betul iaitu AA…dua harakat, MIN…. 3 harakat, semoga Amin kita
bersamaan dengan Amin malaikat InsyaAllah.
semoga kita menjadiorang yang sentiasa membaiki bacaannya.
Al Fatihah juga boleh dibaca semerta untuk hal-hal seperti meredakan kemarahan seseorang. Niatkan dalam hati untuk sedeqahkan surah itu kepada orang tersebut dan berdoa dengan Allah agar menghilangkan kemarahannya. bacalah Al Fatihah dengan ikhlas, insyaallah orang tersebut tidak marah lagi.
Begitu juga jika mahu suami atau anak ingat dan rindukan kita, sedeqahkanlah surah al-fatihah itu dengan ikhlas atas namanya dan pohon dengan Allah agar dimasukkan rindu dalam ingatan mereka kepada kita.
No comments:
Post a Comment